- Dua anggota LSM ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan terhadap petinggi RSUDAM Lampung
- Modus memberitakan negatif dan mengancam akan menggelar demo
- Polisi menjerat kedua tersangka dengan pasal berlapis
SuaraLampung.id - Dua pegiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan terhadap pihak Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek (RSUDAM) Lampung.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Lampung Kombes Indra Hermawan menuturkan kedua tersangka masing-masing berinisial W dan F.
Para tersangka dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 368 KUHP tentang pemerasan dengan ancaman pidana penjara paling lama 9 tahun.
Kemudian Pasal 369 KUHP tentang pengancaman disertai pencemaran nama baik atau pembukaan rahasia dengan ancaman pidana hingga 4 tahun.
Baca Juga:Ketua dan Anggota LSM Terciduk OTT, Diduga Peras RSUDAM Lampung
"Mereka juga kami jerat pasal 2 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata tajam tanpa izin dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara," kata dia.
Indra menegaskan komitmennya untuk menindak tegas segala bentuk tindak pidana pemerasan dan pengancaman, terlebih yang dilakukan oleh oknum yang berlindung di balik nama organisasi masyarakat atau LSM.
“Proses hukum akan kami lakukan secara profesional dan transparan sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Indra, Selasa (23/9/2025).
Pemerasan bermula pada Juli 2025, ketika tersangka W menghubungi korban, seorang pejabat publik, melalui pesan singkat WhatsApp.
"W memperkenalkan diri dan mulai mengirimkan tautan berita yang dimuat di portal miliknya. Berita-berita tersebut menurut korban tidak sesuai dengan fakta dan bertendensi menekan secara psikologis," katanya.
Baca Juga:Polda Lampung Tindak 172 Akun Medsos Pemicu Provokasi dan Hujatan
Indra menyebutkan pesan-pesan bernada intimidatif terus dikirimkan oleh tersangka, termasuk pernyataan ancaman seperti 'mungkin saya akan masuk dengan cara binatang" ketika korban tidak menanggapi komunikasi lebih lanjut.
Puncaknya terjadi pada 18 September 2025, saat korban memperoleh informasi terkait rencana aksi demonstrasi yang digagas oleh LSM Gepak Lampung dan Fagas Lampung.
"Kedua LSM ini menuntut reformasi manajemen RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Diduga, aksi ini digunakan sebagai alat tekanan terhadap korban,"kata dia.
Kemudian korban mengutus seorang staf berinisial S untuk bertemu dengan W dan F. Dalam pertemuan tersebut, tersangka meminta kompensasi berupa dua paket proyek masing-masing senilai Rp200 juta atau pembayaran tunai sebesar 20 persen (Rp80 juta) agar aksi demonstrasi dibatalkan dan pemberitaan negatif dihentikan.
"S tidak mampu memenuhi permintaan tersebut dan hanya menyerahkan uang sebesar Rp20 juta pada 21 September 2025. Tidak lama kemudian, tersangka kembali menghubungi perwakilan korban, menuntut sisa pembayaran dan melontarkan ancaman," kata dia.
Menindaklanjuti laporan yang masuk, Tim Tekab 308 segera melakukan penelusuran dan penangkapan terhadap kedua tersangka.
Saat penangkapan, polisi juga mengamankan satu unit kendaraan Toyota Rush warna hitam dengan nomor polisi yang tidak sesuai dengan dokumen STNK.
“Dari hasil penggeledahan, ditemukan pula dua bilah senjata tajam jenis pisau dan celurit yang disimpan dalam kendaraan pelaku,” terang Indra.
Selain itu, lanjut dia, turut diamankan beberapa unit ponsel milik tersangka yang digunakan dalam komunikasi, dokumen proposal aksi, serta surat dari koalisi LSM yang diduga digunakan sebagai alat tekanan.
"Penyidik juga menemukan bahwa kasus ini bukan kali pertama dilakukan oleh pelaku, dan ada dugaan korban lainnya yang belum melapor. Maka kami mengimbau kepada masyarakat yang merasa pernah menjadi korban pemerasan serupa untuk tidak ragu melapor ke Polda Lampung,” kata Indra. (ANTARA)