SuaraLampung.id - Provinsi Lampung merupakan provinsi yang dihuni sekitar 9.176.546 juta jiwa pada 2022. Penduduk Lampung terdiri dari beragam suku ada suku asli Lampung maupun suku pendatang.
Lalu bagaimana kisah asal usul penduduk Lampung itu sendiri? Berikut penjelasan mengenai asal usul penduduk Lampung yang termuat dalam buku berjudul "Sejarah Daerah Lampung" terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kantor Wilayah Provinsi Lampung tahun 1998.
Dalam buku itu disebutkan bahwa salah satu teori mengenai asal usul penduduk Lampung pernah dikemukakan Hilman Hadikesuma SH dalam risalah triwulan Bunga Rampai adat Budaya, No. 2 tahun ke II terbitan Fakultas Hukum UNILA de- ngan judul "Persekutuan Hukum Adat Abung" (dalam perkembangan- nya dari masa ke masa).
Menurut cerita rakyat, penduduk Lampung itu berasal dari daerah Sekala Berak, yang merupakan perkampungan orang Lampung pertama-tama, yang sudah ada setidak- tidaknya pada abad ke-14 M.
Baca Juga:Dalam Sehari Terjadi 10 Karhutla di Lampung Selatan
Penduduknya disebut orang Tumi (Buay Tumi) yang dipimpin oleh seorang wanita bernama Ratu Sekarmong. Mereka menganut kepercayaan dinamis, yang ada pengaruh juga dari Hindu Bairawa, yaitu menyembah sebatang pohon yang dianggap sakti, yaitu pohon Lemasa atau pohon melasa kepampang sebukau.
Pohon itu dari cabangnya gatal dan beracun, tetapi racun itu dapat dipunah- kan oleh getah dari pokok pohon tersebut.
Buay Tumi itu kemudian dapat dipengaruhi oleh empat orang pembawa agama Islam yang datang di sana. Nama mereka adalah: Umpu Nyerupa, Umpu Bejalan di Way, Umpu Pernong dan Umpu Belungguh.
Keempat umpu itu adalah cakal-bakal Paksi Pak, dan berasal dari Pagarruyung (Sumatera Barat), seperti yang diungkapkan dalam buku naskah kuno yang bernama Kuntara Raja Niti.
Tetapi dalam versi buku Kuntara Raja Niti itu nama-nama POYANG (leluhur) itu adalah: Inder Gajah, Pak Lang, Sikin, Belunguh dan Indarwati.
Baca Juga:KLHK: Ada Beberapa Pihak Terindikasi Melakukan Pencemaran Pesisir Pantai Lampung
Menurut cerita rakyat Bebalau disebut bahwa keempat Umpu itu adalah pembawa agama Islam dan bersahabat dengan Puteri Bulan.
Poyang Inder Gajah dengan gelar Umpu Bejalan di Way melahirkan keturunan orang Abung. Pak Lang gelar Umpu Pernong melahirkan keturunan orang pubian. Sikin gelar umpu Nyerupa melahirkan keturunan Jelma Daya. Belunguh gelar Umpu Belunguh melahirkan keturunan Peminggir dan Indarwati gelar Puteri Bulan melahirkan keturunan Tulang Bawang.
Selanjutnya Hilman menjelaskan, bahwa umpu-umpu ini hanya sebagian berasal dari Pagarruyung, yang sebagian berasal dari Darmasraya. Sebelum memasuki Lampung, mereka menetap di Rejang (Bengkulu) mengusahakan tambang emas bersama Datuk Pe patih Nan Sebatang yang berasal dari daerah Laras Bodi Chaniago Pagarruyung.
Beberapa ahli sejarah berpendapat bahwa keempat Umpu itu adalah Putera-putera raja Sriwijaya yang berhasil menyelamatkan diri ketika Sriwijaya pada suatu waktu diserang oleh musuh dari luar (mungkin dari India).
Mengenai asal-usul penduduk Lampung itu, bahwa mereka berasal dari Pagarruyung, telah menarik minat para siswa sekolah Thawalib Padang Panjang pada tahun 1938 untuk mengadakan penelitian tentang asal-usul penduduk Lampung di Pagarruyung.
Di dalam cerita rakyat Cindur Mato yang berhubungan juga dengan cerita rakyat di Lampung disebutkan bahwa pada suatu ketika Pagarruyung diserang musuh dari India. Penduduk setempat mengalami kekalahan karena musuh telah menggunakan senjata dari besi, sedang rakyat masih menggunakan alat dari nibung (ruyung).
Mereka kemudian melarikan diri, ada yang melalui sungai rokan, sebagian melalui laut dan terdampar di hulu sungai Ketaun di Bengkulu dan menurunkan suku Rejang.
Yang lari ke utara menurunkan suku Batak, yang terdampar di Gowa (Sulawesi Selatan) dengan menurunkan suku Bugis. Sedangkan yang terdampar di sungai Kerui lalu menyebar ke dataran tinggi Sekala Berak. Mereka inilah yang menurunkan suku Lampung.
Namun cerita-cerita mengenai asal usul penduduk Lampung ini menurut Buku Sejarah Daerah Lampung tidak disertai dengan data-data yang jelas dengan masa atau waktu yang pasti.