SuaraLampung.id - Pimpinan Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta, KH Syukron Ma'mun berbicara tentang sejarah kembalinya Nadhlatul Ulama (NU) ke khittah tahun 1926.
Menurut Syukron Ma'mun, keputusan NU kembali ke khittah tahun 1926 adalah sebuah strategi politik bukan tujuan utama di era Orde Baru.
Saat Suharto menjadi Presiden RI, menurut Syukron Ma'mun politik dibonsai. Keberadaan NU pun diawasi secara ketat karena saat itu NU dianggap sebagai kekuatan partai politik Islam.
Orde Baru lalu melebur semua partai Islam ke dalam satu wadah bernama Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Selain itu kata Syukron Ma'mun, Orde Baru melarang semua kegiatan NU karena dianggap berbau politik.
Baca Juga:Gus Baha Ungkap Penyebab tak Pernah Ikut Rapat di PBNU: Anggap Saja Saya Menanam Padi
Menurut Syukron Ma'mun, NU dilarang mengadakan haul, maulid, Isra Miraj, tahlilan dan kegiatan keagamaan lainnya. Apalagi jika dia jadi pembicaranya maka sudah pasti akan dicoret oleh pihak pemerintah.
"Begitu kerasnya dan kejamnya waktu itu. Saya yang merasakan kejamnya Golkar pada waktu itu bukan Golkar sekarang. Golkar sekarang sudah berbeda dengan Golkar dulu. Golkar dulu saya yang merasakan," ujar Syukron Ma'mun saat memberi sambutan di acara Peringatan Malam Nuzulul Quran PBNU dikutip dari YouTube TVNU Televisi Nahdlatul Ulama.
Melihat situasi tidak menguntungkan bagi NU saat itu, maka KH Wahab Hasbullah, Idham Chalid dan seluruh syuriah NU menggelar rapat.
"Lalu pertimbangan NU daripada politik gagal, NU gagal melaksanakan, haul, maulid, Isra Miraj, lebih baik yuk strategi bukan tujuan. Kita kembali ke khittah supaya tidak diganggu. Bukan tujuan pokok itu. Supaya tidak diganggu. NU supaya selamat. Politik pindah ke PPP. Pendiri PPP semua ulama NU," ujar Syukron Ma'mun.
Dengan menyatakan kembali ke khittah 1926, NU melepas diri dari segala kegiatan politik praktis. Hal itu berdampak terhadap melunaknya pemerintah terhadap NU.
Baca Juga:Jalin Silaturahmi dengan DPD Golkar Klaten, Mas Haris Siap Maju Pileg Jateng 2024
"NU aman. Tahlilan aman, maulidan aman karena jamiyah bukan politik. Jadi kembali ke khittah tahun 1926 itu strategi supaya ga dilarang marhabanan, tidak dilarang tahlilan, tidak dilarang haul," kata Syukron.
Karena menurut Syukron Mamun, orang NU dengan politik ibarat air dengan ikan yang tidak bisa terpisahkan.
"Maka Alhamdulillah sekarang kita mari kembali. Kalau semua pikirannya, perbaharui niat anda semua pengurus. Mari kita niat menghidupkan NU bukan mencari hidup di NU. Yang menghancurkan NU ini apa yang saya dapat dari NU bukan apa yang saya berikan pada NU, tegasnya.