"Mesakne bapak ya Mak.. bapak mesake. (Kasian ayah ya buk)".ucapan lirih bercampur Isak tangis itu keluar dari bibir Rafa didekat ibu nya.
Sementara Parmi istri korban dengan mengenakan hijab dan kebaya warna hitam menatap jauh, sesekali keluarga mendinginkan hati Parmi dengan ucapan sabar.

Sejumlah pelayat mulai meninggalkan rumah duka, hanya beberapa kerabat, saudara masih tetap bertahan di halaman rumah duka.
Bambang keluarga korban saat di mintai konfirmasi kedua kalinya, mengatakan seharusnya pihak TNWK melalui mitranya yakni Elephant Respon Unit (ERU) bisa mengantisipasi gerombolan gajah liar yang keluar hutan.
Baca Juga:Mantan Bupati Lampung Tengah Bakal Bersaksi Di Sidang Perkara Suap Eks Penyidik KPK
"Kan ERU punya alat pendeteksi, nama nya GPS Color, ketika gajah liar mendekati perkampungan alat tersebut bisa memberi sinyal tapi saya heran kok bisa kecolongan".Kata Bambang.
Bambang mengira, ERU abai atau memang alat pendeteksi keberadaan gajah liar rusak sehingga tidak sigap, dan masyarakat menjadi korban.
"Peristiwa memilukan yang ketiga kalinya, dimana petani Kecamatan Purbolinggo meninggal akibat gajah liar".Ucap Bambang.
Pemerintah daerah Lampung Timur, melalui Bupati Dawam Rahardjo menegaskan Pemda setempat akan melakukan negosiasi kepada pihak Balai TNWK, terkait peristiwa tragis konflik gajah liar dan manusia, yang baru saja terjadi Minggu (31/10/2021) malam.
Kata Dawam Rahardjo, masyarakat desa meminta agar Pemerintah membangunkan batas hutan antara peladangan warga (kanal), dan kanal dimaksud sudah menjadi permintaan warga sejak dulu namun belum terealisasi.
Baca Juga:Petani di Lampung Timur Tewas Diserang Kawanan Gajah Liar
"Siang ini kami akan melakukan negosiasi dengan pihak Balai TNWK, tentunya membahas persoalan konflik gajah dan manusia di Lampung Timur, harapan kami keadaan agar tidak terjadi lagi hal semacam ini".Kata Dawam Rahardjo.