Batin Mangunang, Pahlawan Lampung asal Tanggamus yang tak Bisa Dikalahkan Belanda

Batin Mangunang mengadakan perlawanan dari Kota Agung, Tanggamus di tahun 1832.

Wakos Reza Gautama
Selasa, 17 Agustus 2021 | 07:20 WIB
Batin Mangunang, Pahlawan Lampung asal Tanggamus yang tak Bisa Dikalahkan Belanda
ilustrasi Perang Kemerdekaan. Batin Mangunang pahlawan Lampung asal Tanggamus yang tak bisa dikalahkan Belanda. [Suara.com/Iqbal]

SuaraLampung.id - Sebagai pahlawan lokal Lampung, nama Batin Mangunang tidak setenar Radin Inten II.

Padahal jasa Batin Mangunang dalam mempertahankan tanahnya dari pendudukan Belanda sangat besar. 

Batin Mangunang mengadakan perlawanan dari Kota Agung, Tanggamus di tahun 1832.

Asal Usul Batin Mangunang

Baca Juga:Mengenang Perlawanan Warga Desa Rejoagung Lampung Timur terhadap Belanda

Dikutip dari Buku "Sejarah Perlawanan terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Daerah Lampung" terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1993, Batin Mangunang bukanlah nama diri melainkan gelar. 

Batin adalah sebutan Kepala Adat dari Saibatin. Sementara Mangunang artinya nama yang tersohor atau terkenal di mana-mana. 

Batin Mangunang berasal dari Buay Nyatta, marga dari Kota Agung, Tanggamus. Nenek moyang Batin Mangunang berasal dari Krui yaitu Raja Kiang Negara.

Di waktu kecil, Batin Mangunang bernama Sabit. Saat menjadi kepala marga, ia bergelar Dalom Urak Belang. Ini karena terdapat belang di lehernya.

Perlawanan Batin Mangunang   

Baca Juga:Akses Ponpes Dikepung Pagar Beton, Santri Terpaksa Panjat Tembok untuk Keluar-Masuk

Perlawanan Batin Mangunang terhadap Belanda dikarenakan ia tidak ingin tanah leluhurnya dikuasai Belanda. 

Batin Mangunang mengadakan perlawanan terhadap Belanda di daerah Teluk Semangka, Tanggamus. 

Di saat Radin Inten I wafat, Batin Mangunang mendapat restu dari para kepala kampung di Telukbetung dan Semangka untuk menyerbu pertahanan Belanda di Telukbetung.

Pada Januari 1828, pasukan dari Semangka bergabung dengan pasukan dari Telukbetung. Merek berkumpul di Muton, desa di lereng barat Teluk Lampung. 

Mereka sudah bersiap menyerang benteng Belanda di Telukbetung. Namun Belanda mengirim 32 orang untuk menyelidiki kedudukan Batin Mangunang di Muton. 

Kedatangan pasukan itu disambut pasukan Batin Mangunang. Kalah jumlah, pasukan Belanda lari kocar-kacir ke Telukbetung.

pada 27 Agustus 1831, Belanda mengirim ekpedisi militer ke Teluk Semangka. Ekspedisi ini dipimpin Kapten Hoffman. Tiba di Tanjungan, Hoffman memanggil kepala-kepala marga di Semangka ke kapal perang. 

Hanya paksi dari Benawang dan Batin Mangunang yang tidak memenuhi panggilan Belanda. Pada pertemuan dengan kepala marga, Kapten Hoffman menyatakan tujuannya untuk menawan Dalem Sangun Ratu, Kepala Marga Benawang dan Batin Mangunang. 

Karena keduanya tidak hadir, Kapten Hoffman memutuskan untuk membawa tiga kepala marga yang hadir ke Batavia. Mendengar keinginan Belanda, sontak semua kepala marga menghunus kerisnya. 

Bahkan salah seorang menantu Paksi Way Nipah, seorang Bugis, berupaya menikam Hoffman, namun gagal. Justru ia yang tewas ditikam Kapten Hoffman.

Keadaan saat itu kacau. Belanda berhasil mengatasi keadaan dan membawa kepala-kepala marga ke Kapal Alexandria. Ekspedisi militer Belanda melanjutkan perjalanan untuk menyerbu ke Taratas Bombay, benteng pertahanan Batin Mangunang pada 9 September 1832.

Saat dalam perjalanan menuju pertahanan Batin Mangunang, pasukan Belanda terjebak dalam perangkap yang sudah dipasang. 

Pasukan Batin Mangunang yang sudah siap tempur, segera menghujani pasukan Belanda dengan tembakan dari senapan locok dan meriam. 

Pasukan Belanda terluka dan beberapa ada yang tewas. Bahkan Kapten Hoffman dan beberapa perwira luka berat. Belanda memutuskan mundur kembali ke Negara Ratu di Benawang. 

Belanda kembali merancang strategi untuk menggempur pertahanan Batin Mangunang. Dua hari kemudian pada 11 September 1832, Belanda kembali melancarkan serangan. 

Kali ini Belanda mengerahkan pasukan dalam jumlah besar dan dipersenjatai meriam. Tembakan meriam dilakukan terus menerus sementara pasukan terus bergerak maju. 

Siasat Belanda ini ternyata sudah diprediksi Batin Mangunang. Batin Mangunang sudah menarik mundur pasukannya ke dalam hutan lebat di lereng Gunung Tanggamus. 

Benteng Taratas Bombay memang jatuh ke tangan Belanda karena sudah ditinggal pasukan Batin Mangunang.

Alhasil Belanda tidak menemukan satu pun mayat dan senjata di benteng tersebut. 

Belanda mengira sudah menang karena mengangap Batin Mangunang tidak berani melawan lagi.

Padahal Batin Mangunang masih melakukan perlawanan sampai akhir hayatnya. 

Batin Mangunang dimakamkan di Tambak Balak, Kota Agung, Tanggamus.

Perjuangan Batin Mangunang dilanjutkan anaknya Mangku Negara. 

Jasa Batin Mangunang di masa penjajahan Belanda diabadikan menjadi nama rumah sakit daerah di Tanggamus yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Batin Mangunang. 

Di Bandar Lampung tepatnya di daerah Segala Mider, nama Batin Mangunang dijadikan nama jalan yaitu Jalan Mangunang. 

REKOMENDASI

News

Terkini