Menurut Ahmad, seharusnya penggusuran dilakukan setelah adanya penetapan dari pengadilan. Apalagi kata dia, Bupati Lampung Tengah telah menerbitkan SK yang isinya membentuk tim mediasi.
Di dalam surat tersebut, kata Ahmad, tidak ada poin tentang penggusuran lahan petani penggarap. Sehingga Ahmad tidak memahami dasar penggusuran tersebut.
"Kami tidak tahu penggusuran ini yang tanggung jawab siapa, yang menyuruh siapa, Bupati atau Kapolda ya kami tidak tahu," terang Ahmad.
Ahmad menggarap lahan seluas 3 hektare di lokasi menjadi objek sengketa itu sejak tahun 2020 lalu dengan sistem sewa. Namun Ahmad enggan menyebut kepada siapa dia menyewa lahan tersebut.
Lahan itu ia tanami singkong. Ketika penggusuran terjadi pada Kamis (21/9/2023) lalu, singkong miliknya masih berusia 5 bulan. Tapi Ahmad terpaksa memanen dini singkongnya karena sudah terusir dari lahan garapannya itu.
" Singkong saya terpaksa saya panen dini, seharusnya usia 8 bulan ini baru 5 bulan karena adanya penggusuran yang dilakukan dari pihak perusahaan," tegas Ahmad.
Ahmad pesimis mendapat tali asih dari PT BSA sebab syarat mendapatkannya harus tanaman yang belum bisa dipanen sementara ia sudah memanen singkong walau belum waktunya.
"Tapi seharusnya kami dapat tali asih karena panen kami belum waktunya. Kalau dibilang rugi ya rugi. Singkong masih muda belum ada harganya tidak sesuai dengan modal tanam dan panen," kata dia.
Bagi Ahmad persoalan lahan ini belum selesai karena belum ada keputusan dari pengadilan mengenai siapa yang berhak menggarap lahan tersebut.
Baca Juga:Viral Video Polisi Injak Kepala Warga, Kapolres Lampung Tengah Meminta Maaf
"Kalau seandainya nanti pengadilan menegaskan bahwa yang layak menggarap perusahaan ya saya legowo saya patuh hukum. Entah kalau yang lainnya. Begitu sebaliknya kalau pengadilan menegaskan masyarakat yang wajib garap, saya akan garap kembali," tutup Ahmad.