Kemal Idris yang mengarahkan moncong meriam ke Istana punya alasan melakukan hal tersebut. Menurutnya, panser dan tank terpaksa dikeluarkan untuk mengimbangi demonstrasi panser polisi saat mengamankan aksi demonstran.
Saat itu kata Kemal Idris moncong panser polisi diarahkan ke Markas Besar Angkatan Darat di Jalan Veteran.
Debat Sukarno dengan Nasution
Di saat bersamaan aksi para demonstran di luar Istana, para pimpinan AD datang ke Istana Negara menemui Presiden Soekarno. Delegasi dipimpin Nasution didampingi Kepala Staf Angkatan Perang Kolonel TB Simatupang.
Ikut pada pertemuan itu para panglima Teritorium dan pimpinan AD yaitu Kolonel M Simbolon, Letkol Kosasih, Letkol M Bahrun, Letkol Suwondo, Letkol A Gani, Letkol Sutoko, Letkol Sukanda, Letkol Suprapto, Letkol Suryo Suyarso, Letkol S Parman, Letkol Askari, Letkol Azis Saleh, Letkol Sumantri dan Kolonel AE Kawilarang.
Mereka meminta Presiden Soekarno membubarkan parlemen dan menyatakan negara dalam keadaan bahaya.
Dalam Dokumen Biro Informasi Staf Angkatan Perang (BISAP) dituliskan suasana pertemuan Nasution cs dengan Bung Karno.
“Kami minta kepada Presiden dapat menerima tentang adanya “keadaan bahaya” di seluruh Indonesia dan Presiden supaya dapat mengambil kekuasaan sebagai Panglima Tertinggi,” ujar Nasution kepada Presiden Soekarno.
“Apakah saudara-saudara menghendaki saya sebagai diktator?” tanya Bung Karno.
“Ya jika perlu,” jawab Nasution.
Baca Juga:ISESS: Perlu Peran Pimpinan TNI Meredam Reaksi Prajurit Terhadap Effendi Simbolon
“Jika saya menjadi diktator bagaimana kalau saya memecat saudara-saudara sekalian,” jawab Presiden lagi.
Bung Karno lalu mengembalikan surat tuntutan para perwira AD itu ke Nasution.