5 Fakta Hepatitis Misterius yang Gemparkan Dunia, Diduga Sudah Masuk Indonesia

Bahkan sudah ada korban meninggal akibat terinfeksi penyakit hepatitis misterius ini.

Wakos Reza Gautama
Rabu, 04 Mei 2022 | 03:10 WIB
5 Fakta Hepatitis Misterius yang Gemparkan Dunia, Diduga Sudah Masuk Indonesia
Ilustrasi Hepatitis. Fakta tentang hepatitis misterius yang gemparkan dunia. [freepik]

SuaraLampung.id - Dunia kini digemparkan penyebaran penyakit hepatitis akut misterius pada anak-anak. Penyakit hepatitis ini sudah menginfeksi ratusan anak di seluruh dunia. 

Bahkan sudah ada korban meninggal akibat terinfeksi penyakit hepatitis misterius ini.

Lalu mengapa penyakit hepatitis ini disebut misterius? Berikut fakta yang dirangkum dari ANTARA.

1. Belum Diketahui Penyebabnya

Baca Juga:Apa Itu Adenovirus? Diduga Jadi Penyebab Hepatitis Akut Misterius

Saat ini, Hepatitis Akut yang belum diketahui penyebabnya telah secara resmi dipublikasikan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh Badan Kesehatan Dunia WHO.

Sejak secara resmi dipublikasikan sebagai KLB oleh WHO, jumlah laporan kasus ini terus bertambah, di mana tercatat lebih dari 170 kasus dilaporkan oleh lebih dari 12 negara.

Pakar kesehatan yang juga Ketua Satuan Tugas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban mengatakan Hepatitis misterius tersebut berkriteria amat serius karena beberapa anak meninggal dunia.

Bahkan sepuluh dari 145 pasien dengan hepatitis akut ini memerlukan transplantasi hati yang terjadi di Inggris.

2. Gejala Hepatitis Misterius

Baca Juga:Hepatitis Akut Misterius Telah Dilaporkan Lebih Dari 12 Negara, Berikut Gejala yang Harus Diwaspadai

Hepatitis Akut yang masih belum diketahui penyebabnya ini memiliki gejala antara lain perubahan warna urin (gelap) dan/atau feses (pucat), kulit menguning dan terasa gatal.

Kemudian ada nyeri sendi atau pegal-pegal disertai demam tinggi, mual, muntah, atau nyeri perut.

Penderita kemudian lesu, dan atau hilang nafsu makan, diare serta kejang, dan ditandai dengan Serum Aspartate transaminase (AST) / SGOT atau Alanine transaminase (ALT) / SGPT lebih dari 500 U/L.

Sementara dari pemeriksaan Laboratorium tidak ditemukan virus Hepatitis A, B, C, D, dan E. Namun pada beberapa kasus ditemukan SARS-Cov-2 dan/atau Adenovirus. Oleh karena itu, pemeriksaan pathogen (biologis maupun kimiawi) perlu dilakukan lebih lanjut.

3. Diduga Sudah Masuk ke Indonesia

Dalam laporan resmi Kementerian Kesehatan RI disebutkan tiga pasien yang ditemukan di Jakarta dialami kelompok usia anak yang dirawat di RSUPN Dr Ciptomangunkusumo, Jakarta.

Pasien diduga mengalami hepatitis akut hingga meninggal dunia dalam kurun waktu yang berbeda dengan rentang dua pekan terakhir hingga 30 April 2022.

Pakar kesehatan yang juga Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Prof Dr Tjandra Yoga Aditama mengatakan kasus kematian tiga pasien di Jakarta diduga akibat penyakit misterius hepatitis akut perlu pembuktian laboratorium.

"Akan baik kalau ada penjelasan lebih rinci tentang perbedaan fatalitas atas laporan satu meninggal dari 170 kasus di dunia dan tiga yang meninggal di Indonesia," katanya saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Selasa.

Menurut Tjandra Yoga Adhitama laporan itu belum menyertakan keterangan hasil laboratorium hepatitis A,B,C dan E pada ke tiga kasus yang ditemukan.

"Data dunia menyebutkan bahwa kejadian hepatitis yang banyak dibahas ini maka hasil laboratorium hepatitis A-E negatif. Selain itu bagaimana hasil ada tidaknya Adenovirus 41 yang kini banyak diduga sebagai penyebab hepatitis di lintas benua ini," katanya.

Ia menegaskan perlu ada penjelasan tentang hasil laboratorium hepatitis A-E dan juga adenovirus pada kasus di Indonesia untuk disampaikan ke publik.

"WHO merekomendasikan pemeriksaan darah, serum, urine, feses, sampel saluran napas dan bila mungkin biopsi hati, semuanya untuk pemeriksaan karakteristik virus secara mendalam, termasuk sekuensing," katanya.

4. Tingkatkan Kewaspadaan

Tjandra yang juga mantan Direktur WHO Asia Tenggara itu mengatakan Indonesia perlu meningkatkan kewaspadaan atas kemunculan kasus hepatitis akut di Jakarta dan sejumlah negara sebab WHO telah menyatakan penyakit misterius itu sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).

Menurut dia kasus tersebut sudah menjadi perhatian WHO dan badan dunia lain karena penyakit misterius itu kian merambah sampai di Singapura.

Ia mengatakan penyakit itu diderita seorang pasien di Singapura berumur 10 bulan dengan hasil pemeriksaan yang menyatakan negatif hepatitis tipe A, B, C dan E.

"Pasien ini pernah mengalami COVID-19 pada Desember yang lalu, walaupun sejauh ini belum ada bukti ilmiah yang jelas antara hepatitis akut dengan infeksi virus Corona," katanya.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat juga pernah melaporkan bahwa dari sembilan kasus serupa di Alabama, dua pasien anak di antaranya harus transplantasi hati. Semuanya positif adenovirus.

"Gejalanya antara lain muntah, diare dan juga ada yang infeksi saluran napas atas," katanya.

Di sisi lain, kata dia, muncul hipotesis berjudul "Vaksinasi SARS-CoV-2 Dapat Menimbulkan Hepatitis Dominan Sel T CD8" pada Journal Hepatology yang dirilis per 21 April 2022.

Menyikapi situasi itu, ia  mendorong kewaspadaan Indonesia dengan cara melakukan deteksi dini kalau ada kasus yang dicurigai, termasuk akses dan ketersediaan pemeriksaan adenovirus dan berbagai jenis virus lainnya.

Selain itu, perlu dimulai kesiagaan awal pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit, setidaknya penjelasan pada tenaga kesehatan dan berbagai terapi dasar.

"Termasuk penyuluhan kesehatan pada masyarakat luas," demikian Tjandra Yoga Adhitama.

5. Imbauan PD IDI

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengimbau seluruh tenaga kesehatan dan masyarakat untuk mewaspadai sejak dini sejak kasus hepatitis akut.

Hal ini dilakukan guna menindaklanjuti Surat Edaran dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) serta edaran Kementerian Kesehatan melalui Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dengan nomor surat HK.02.02/C/2515/2022 Tentang Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis Of Unknown Aetiology) pada tanggal 27 April 2022.

"Kami meminta agar seluruh Organisasi Profesi Medis di bawah IDI, seluruh dokter dan tenaga kesehatan yang bertugas di berbagai jenis fasilitas kesehatan tingkat pertama yakni puskesmas, posyandu, klinik praktik mandiri, serta dokter praktik perorangan juga mewaspadai setiap gejala Hepatitis pada anak dan dewasa," ujar Ketua Umum PB IDI, dr Moh. Adib Khumaidi, SpOT sebagaimana dikutip dari keterangan PB IDI dan IDAI pada Selasa.

"Kami pun meminta agar seluruh dokter anak dan residen dokter anak juga turut mengawasi apabila gejala diatas muncul pada pasiennya," ujar Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI), dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K).

IDAI juga mengimbau masyarakat tetap tenang dan berhati-hati dan mencegah infeksi dengan mencuci tangan, meminum air bersih yang matang, makan makanan yang bersih dan matang penuh, membuang tinja dan atau popok sekali pakai pada tempatnya. Kemudian menggunakan alat makan sendiri-sendiri, memakai masker dan menjaga jarak.

"Agar mendeteksi secara dini jika menemukan anak-anak dengan gejala-gejala seperti kuning, mual muntah, diare, nyeri perut, penurunan kesadaran kejang, lesu, demam tinggi memeriksakan diri ke fasilitas layanan kesehatan terdekat," ujar Piprim.

Sejauh ini, respon klinis dan kesehatan masyarakat telah diterapkan di Inggris Raya dan sejumlah negara di mana kasus ini muncul untuk mengoordinasikan penemuan kasus dengan penyelidikan penyebab penyakit dalam kasus Hepatitis Akut ini.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan RI dan juga Dinas Kesehatan RI sedang menyelidiki lebih lanjut untuk memasukkan riwayat perjalanan yang lebih rinci, dan tes virologi/mikrobiologi tambahan.

IDI dan IDAI mendukung penuh upaya pemerintah dan akan segera berkoordinasi dengan para ahli kedokteran terkait untuk penyelidikan menyeluruh atas kasus-kasus yang dicurigai sebagai Hepatitis Akut yang belum diketahui etiologinya ini.

IDI dan IDAI juga meminta bantuan dan dukungan dari setiap tenaga medis dan tenaga Kesehatan untuk aktif mengedukasi masyarakat setempat untuk segera mengunjungi Fasilitas Layanan Kesehatan (Fasyankes) terdekat apabila ada anak atau anggota keluarga yang mengalami gejala serta berkoordinasi dengan dokter spesialis anak terkait untuk menindaklanjuti dan mengawasi dengan ketat penyakit ini, serta melaporkan kepada Dinas Kesehatan setempat. (ANTARA)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini