SuaraLampung.id - Pandemi COVID-19 ini bisa menimbulkan gejala depresi dan kecemasan pada remaja.
Untuk mengatasi gejala depresi dan kecemasan pada remaja ada beberapa hal yang harus dilakukan.
Dokter spesialis kedokteran olahraga konsultan patient care and community di RSUI Dr. dr. Listya Tresnanti Mirtha, Sp.KO, K-APK berpendapat, aktivitas fisik dan latihan fisik bisa menjadi strategi terapi yang efektif mengatasi gejala depresi dan kecemasan pada remaja selama masa pandemi COVID-19 saat ini.
Saat pandemi COVID-19, aktivitas remaja cenderung sedikit, menjadikan mereka kurang aktif dan lebih banyak duduk melakukan screen time antara lain karena menjalani sekolah secara online, serta pola tidur yang tidak beraturan.
Baca Juga:Buat Kalian Para Remaja yang Sering Cemas di Masa Pandemi Ini, Begini Solusinya
Staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu mengatakan, duduk yang terlalu lama akan menciptakan beban yang statis, sehingga otot akan berkontraksi secara terus-menerus tanpa adanya fase pemanjangan atau pemendekan, yang akhirnya dapat mengganggu sirkulasi otot dan menimbulkan kelelahan.
Saat aktivitas fisik menurun, tingkat kebugaran tubuh juga akan menurun dan hal ini juga dapat meningkatkan masalah kesehatan fisik dan mental. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2020 menyebutkan kondisi kesehatan mental menyumbang 16 persen dari beban penyakit dan cedera secara global pada kelompok usia 10-19 tahun.
Apabila gangguan kesehatan mental tidak dapat diatasi, maka saat remaja kemungkinan dapat meluas hingga dewasa. Akibatnya, dapat merusak kesehatan fisik dan mental serta membatasi kesempatan untuk menjalani kehidupan yang memuaskan sebagai orang dewasa.
“Konsekuensi dari tidak mengatasi kondisi kesehatan mental remaja meluas hingga dewasa,” kata Listya dalam sebuah seminar awam yang digelar secara daring, belum lama ini dikutip dari ANTARA.
Menurut dia, aktivitas fisik pada remaja dan kelompok usia lainnya sangat penting dan memiliki banyak manfaat, seperti memelihara tingkat kesehatan dan kebugaran jasmani, membangun kesehatan otot dan tulang, mengurangi gejala kecemasan dan depresi, dan lain-lain.
Baca Juga:Jambret Merajalela di Surabaya, Polisi Kerahkan Tim Anti Bandit
Aktivitas fisik bertujuan untuk membuat tubuh lebih sehat, yakni melibatkan seluruh gerakan tubuh sebagai hasil kontraksi otot rangka, yang akan meningkatkan energi ekspenditur, misalnya melakukan pekerjaan rumah tangga seperti menyapu atau mencuci.
Untuk bugar, seseorang juga harus melakukan latihan fisik yakni aktivitas fisik yang terencana, terstruktur dengan gerakan yang dilakukan berulang untuk memperbaiki atau memelihara komponen kebugaran jasmani, misalnya latihan mengangkat beban beberapa set dan dengan repetisi tertentu.
Berbeda dari dua istilah tersebut, olahraga termasuk aktivitas fisik yang mempunyai ciri permainan, mempunyai aturan tertentu, dan mengandung unsur kompetisi, misalnya pada olahraga pertandingan basket atau bulu tangkis.
Listya mengatakan, semakin tinggi intensitas aktivitas fisik dan latihan fisik, semakin banyak manfaat yang didapatkan, namun bahaya dan risikonya juga semakin tinggi. Oleh karena itu, diperlukan penerapan prinsip BBTT yang merupakan akronim dari Baik, Benar, Terukur, Teratur.
Baik, artinya dimulai sejak dini sesuai dengan kondisi fisik, Benar, dilakukan secara bertahap dimulai dari pemanasan, dilanjutkan dengan latihan inti, dan diakhiri dengan pendinginan, kemudian Terukur berarti intensitas latihan sesuai zona latihan dengan denyut nadi latihan (DNL), dan Teratur yakni dilakukan 3-5 kali per minggu selang sehari untuk istirahat.
WHO merekomendasikan latihan fisik untuk anak dan remaja minimal 60 menit per hari (melakukan aktivitas fisik intensitas sedang hingga berat sepanjang minggu, sebagian besar adalah aktivitas aerobik), serta minimal 3 kali per minggu (melakukan aktivitas fisik intensitas berat untuk meningkatkan kekuatan otot dan massa tulang).
- 1
- 2