Hingga 1938 Gereja Katolik di Lampung memiliki dua HIS, sebelas sekolah rakyat, dan dua sekolah lanjutan (vervolgschool). Ditambah lagi dengan Sekolah Melanie (Kartini School), Taman Kanak-kanak (Frobel), dan CVO (Cursus voor Volk Onderwijzer).
Bidang kesehatan juga menjadi fokus bagi pelayanan yang dilakukan Gereja Katolik di Lampung dengan mendirikan rumah sakit dan klinik bersalin yang antara lain terdapat di Pringsewu dan Metro.
Pembiayaan untuk rumah sakit dan klinik bersalin ini terutama disokong oleh orang-orang Belanda yang bekerja di onderneming atau perkebunan karet di Way Lima, Gedong Tataan, dan Natar.
Suster-suster dari Ordo Fransiskanes yang menjadi tulang punggung bagi pelayanan dalam bidang ini dengan diketuai oleh Suster Arnolde Wouters.
Baca Juga:Ditegur Mendagri Belum Bayar Insentif Nakes, Ini Kata Pemkot Bandar Lampung
Di Pringsewu para suster setiap minggunya rutin mengunjungi para kolonis untuk memberikan bantuan pelayanan kesehatan secara langsung.
Pada 1942 seiring dengan menyerahnya Hindia Belanda pada Jepang menghentikan segala aktivitas keagamaan Gereja Katolik, termasuk lembaga pendidikan dan kesehatan.
Penulis: Willy Alfarius (Mahasiswa Pasca Sarjana Sejarah UGM )
NB
Artikel ini terbit atas kerjasama SuaraLampung.id dan Sahabat Dokterswoning
Baca Juga:Selektif, PTM di Lampung Digelar Sesuai Ketentuan SKB 4 Menteri