Yusril Ihza Mahendra: Putusan MA yang Menangkan Eva-Deddy Penuh Kejanggalan

Yusril Ihza Mahendra menganggap putusan MA yang mengabulkan gugatan paslon Eva-Deddy itu penuh kejanggalan dan keanehan

Wakos Reza Gautama
Kamis, 28 Januari 2021 | 13:02 WIB
Yusril Ihza Mahendra: Putusan MA yang Menangkan Eva-Deddy Penuh Kejanggalan
Yusril Ihza Mahendra menilai putusan MA yang menangkan gugatan paslon Eva-Deddy di Pilkada Bandar Lampung penuh kejanggalan. (Suara.com/Ria Rizki).

SuaraLampung.id - Yusril Ihza Mahendra, salah satu tim kuasa hukum paslon nomor urut 02 Yusuf Kohar-Tulus Purnomo, berencana mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai pencalonan paslon nomor urut 03 Eva Dwiana-Deddy Amarullah dalam Pilkada Bandar Lampung. 

Yusril Ihza Mahendra mengaku keberatan dengan Putusan MA yang membatalkan putusan Bawaslu Lampung yang mendiskualifikasi Eva Dwiana dan Deddy Amrullah sebagai peserta Pilkada Bandar Lampung dimana putusan Bawaslu ini telah ditindaklanjuti oleh KPU Bandar Lampung.

"Kami menganggap putusan MA itu penuh kejanggalan dan keanehan," kata Yusril Ihza Mahendra dikutip Suaralampung dari siaran pers yang diterima Suaralampung.id, Kamis (28/12021).

Yusrli menerangkan kejanggalan dari aspek formil dalam putusan MA itu. Dari ruang lingkup pemeriksaan, kata Yusril, putusan MA atas perkara ini adalah pemeriksaan pengadilan di tingkat kasasi.

Baca Juga:Eva-Deddy Menang di MA, KPU Bandar Lampung Fokus di MK

Sebab ketentuan pasal 135A ayat (9) UU No.10 Tahun 2016 menyebutkan putusan MA bersifat final dan mengikat.

"Oleh karena ini pemeriksaan tingkat kasasi, maka MA semestinya tidak memeriksa aspek fakta (judex facti), melainkan memeriksa aspek penerapan hukum (judex juris). Namun dalam pertimbangannya justru memeriksa dan menilai bukti perkara," terang Yusril Ihza Mahendra.

Dari aspek kepentingan hukum, menurut Yusril, MA semestinya wajib mendengar seluruh pihak secara berimbang dengan memberikan kesempatan secara tegas kepada pelapor masuk menjadi pihak intervensi.

Kata Yusril, pelapor sudah mengajukan permohonan intervensi pada 18 Januari 2021 namun ditolak kepaniteraan TUN karena alasan tidak terdapat ketentuan hukum acara. 

"Sebaliknya Pihak Paslon 01 yang mengajukan permohonan intervensi tanggal 20 Januari 2021 justru diterima dan dipertimbangkan dalam putusan. Padahal semua orang tahu Paslon Nomor 1 tidak punya kepentingan dengan perkara ini. Paslon No 1 juga bukan pihak ketika perkara diperiksa Bawaslu. Kalau dia bukan pihak dalam perkara sebelumnya, untuk apa MA menerima mereka sebagai pihak?" tanya Yusril Ihza Mahendra. 

Baca Juga:Eva-Deddy Jadikan Bansos Covid-19 Modus Politik Uang, Ini Kata Hakim MA

Sementara , lanjut Yusril, pelapor justru adalah pihak dalam perkara dimana MA malah tidak mau menerima intervensi dari pihak Pelapor.

"Penolakan MA atas permohonan intervensi Pelapor dikemukakan langsung oleh Panitera Muda TUN MA tanggal 18 Januari 2021. Ini berarti MA melanggar asas peradilan yang wajib mendengarkan keterangan para pihak secara adil dan berimbang sebelum mengambil keputusan," jelas dia.

Yusril Ihza Mahendra lalu menyoroti dari aspek materil. Pertama, kata dia, terdapat kekhilafan atau kekeliruan yang nyata oleh hakim dalam memutus perkara ini.

"Mahkamah Agung dalam pertimbangannya menilai KPU Kota Bandar Lampung telah melanggar kewenangan dari sudut waktu dalam tahapan, program dan jadwal pemilihan yang diatur pasal 5 UU 1/2015 juncto PKPU No 5/2020. Padahal pelaksanaan putusan Bawaslu oleh KPU, juga perintah undang-undang melalui pasal 135A ayat (4) dimana KPU Provinsi/Kab wajib menindaklanjuti putusan Bawaslu Provinsi paling lambat 3 (tiga) hari. Dengan kata lain, tidak ada pilihan hukum lain bagi KPU selain menindaklanjuti keputusan diskualifikasi Bawaslu," terangnya lagi. 

Yusril juga menilai terdapat kekhilafan atau kekeliruan yang nyata oleh hakim karena majelis menilai fakta secara keliru. Yakni menilai pembagian Covid-19 tidak serta merta menguntungkan Pasangan calon 03 (Eva Dwiana).

Padahal, kata Yusril, setiap pembagian itu jelas nyata terbukti disisipi pesan untuk memilih pasangan calon nomor urut 03. Selain itu, menurutnya, majelis memuat pertimbangan yang asumtif dengan menyebut pasangan calon nomor urut 02 yang berstatus petahana (wakil walikota Yusuf Kohar) seharusnya menjadi pihak yang memperoleh keuntungan atas bantuan tersebut.

"Majelis Hakim menutup mata atas pengaruh pelanggaran TSM kepada Pasangan Calon Nomor Urut 03," tegasnya.

"Atas alasan-alasan itu, terdapat cukup alasan yang cukup untuk meninjau ulang putusan MA tersebut. Kami sedang mempelajari kemungkinan untuk mengajukan PK atas Putusan MA tersebut," tutup Yusril. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak