Scroll untuk membaca artikel
Tim Liputan Khusus
Selasa, 26 Oktober 2021 | 08:05 WIB
[Suara.com]

Modus pertama, memuluskan proyek dengan dalih pengawalan. Modus ini marak terjadi saat masih ada Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah atau TP4D. Contoh kasusnya, seorang jaksa di Yogyakarta terjaring operasi tangkap tangan KPK.

Modus kedua, memeras yang sedang berperkara. Misalnya, kata Yuris, pemerasan terhadap kepala sekolah dengan dalih akan dijerat perihal dana BOS, seperti yang terjadi di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.

Modus ketiga, menghentikan atau tidak menindaklanjuti dugaan perkara korupsi. Temuan atau indikasi adanya praktik korupsi dibarter dengan pihak tertentu, agar perkaranya tidak dinaikkan ke pengadilan.

“Selanjutnya, modus keempat adalah mengatur tuntutan. Saat persidangan, jaksa bersepakat dengan pihak tertentu, semisal untuk menggunakan pasal yang lebih ringan, mengatur tuntutan, dan lain-lain. Itu pernah terjadi di kejati DKI, menjerat aspidsus DKI.”

Baca Juga: Terungkap! Kadishub Cilegon Terima Suap di Dua Tempat

Kemudian modus kelima, berkomplot dengan terpidana untuk memperingan eksekusi. Kasus Jaksa Pinangki, yang seharusnya jadi eksekutor putusan pengadilan, justru membantu terpidana menghindar dari eksekusi.

---------------------------------------------------

Artikel ini hasil reportase Ahmad Amri (Lampung), Muhamad Yasir dan Novian Ardiansyah (Jakarta). Penyunting awal: Wakos Reza Gautama. Penyunting akhir: Reza Gunadha.

Load More