Lalu, bagaimana solusinya? Satu-satunya jalan, kata Bambang, adalah melalui adendum Kerjasama Pemanfaatan Aset (KSP) atau investasi langsung dari Angkasa Pura II itu sendiri.
Sebuah konsesi kerja sama investasi dengan Dirjen Perhubungan Udara yang berlangsung selama 30 tahun, senilai Rp500 miliar. Ini bukan jumlah yang kecil, dan membutuhkan komitmen serta strategi yang matang dari semua pihak terkait.
Rapat koordinasi antara Dinas Perhubungan, Angkasa Pura II, dan instansi terkait lainnya telah membahas kendala ini.
Bahkan, Pemprov Lampung telah mengirimkan surat ke berbagai instansi, termasuk Angkasa Pura dan maskapai Nam Air, untuk membahas peningkatan daya dukung landasan pacu dan persoalan Instrument Landing System (ILS).
Baca Juga:Bobrok! Ketua Kelompok Tani di Lampung Selatan Tilep Bantuan Sapi Ratusan Juta Rupiah
Bambang Sumbogo menegaskan bahwa peningkatan daya dukung landasan pacu adalah prasyarat mutlak yang akan memberikan efek domino positif. Bukan hanya untuk penerbangan umrah, tetapi juga untuk embarkasi haji penuh.
Sejak tahun 2010, Lampung masih berstatus embarkasi antara. Dengan landasan pacu yang memadai, Lampung bisa menikmati dua keuntungan sekaligus.
Mimpi Lampung untuk menjadi gerbang langsung ke Tanah Suci memang menantang, namun bukan tidak mungkin.
Dibutuhkan sinergi kuat antara pemerintah daerah, BUMN pengelola bandara, dan pemerintah pusat untuk membuka keran investasi dan mewujudkan impian ribuan jemaah. Jika tidak, perjalanan spiritual mereka akan terus diwarnai dengan 'transit' yang sebenarnya tak perlu.
Baca Juga:5 Fakta di Balik Dugaan Bullying SMAN 9 Bandar Lampung: Sekolah Bantah, Orang Tua Bersikukuh