SuaraLampung.id - Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung mencatat tingkat kemiskinan di Lampung menurun selama periode Maret hingga September 2024.
Statistisi Ahli Madya BPS Lampung, Febiyana Qomariyah mengatakan, tingkat kemiskinan di Lampung menurun pada September 2024 menjadi 10,62 persen dari 10,69 persen pada Maret 2024.
Febiyana menyebut, tren penurunan tersebut sejalan dengan kemiskinan nasional yang juga turun dari 9,03 persen pada Maret 2024, menjadi 8,57 persen pada September 2024.
Tren penurunan kemiskinan di Lampung terus berlanjut sejak Maret 2015 yang saat itu berada di angka 14,35 persen hingga mencapai 10,62 persen pada September 2024.
Baca Juga:Bongkar Temuan BPK! DPRD Lampung Soroti Gagal Bayar & Defisit APBD 2022-2024
Penurunan bahkan lebih signifikan di tingkat nasional, dari 11,22 persen pada Maret 2015 turun menjadi 8,57 persen pada September 2024.
"Disparitas antara kemiskinan di perkotaan dan perdesaan masih cukup mencolok. Pada September 2024, tingkat kemiskinan di perkotaan hanya 7,91 persen atau setara dengan 239,51 ribu jiwa, sementara di perdesaan mencapai 12,04 persen dengan jumlah penduduk miskin 699,80 ribu jiwa," sebut Febiyana dikutip dari Lampungpro.co--jaringan Suara.com, Rabu (15/1/2025).
Selama periode Maret 2024 hingga September 2024, jumlah penduduk miskin di perdesaan meningkat 2,6 ribu jiwa, sedangkan di perkotaan mengalami penurunan 4,5 ribu jiwa.
Sejak September 2019 atau masa sebelum pandemi Covid-19 hingga masa pemulihan pandemi saat ini, disparitas antara kemiskinan di perkotaan dan perdesaan masih tinggi.
Pada September 2019, tingkat kemiskinan di perkotaan tercatat 9,02 persen, sementara di perdesaan 13,96 persen. Namun pada September 2024, tingkat kemiskinan di perkotaan hanya ada 7,91 persen dan perdesaan 12,04 persen, sudah kembali ke level sebelum pandemi.
Baca Juga:Geger! Sesosok Bayi Laki-laki Ditemukan Tewas di Saluran Irigasi Lampung Timur
BPS juga mencatat angka garis kemiskinan di Lampung pada September 2024 tercatat sebesar Rp599.018 perkapita perbulan, meningkat 2,13 persen dibandingkan Maret 2024.
Febiyana Qomariyah mengatakan, angka kenaikan tersebut didominasi oleh garis kemiskinan makanan (GKM) yang mencapai 74,82 persen, sedangkan garis kemiskinan non makanan (GKNM) hanya sebesar 25,18 persen.
"Kenaikan garis kemiskinan ini terlihat baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan. Di perkotaan, garis kemiskinan meningkat dari Rp640,9 ribu perkapita perbulan pada Maret 2024 menjadi Rp655,6 ribu perkapita perbulan pada September 2024 atau naik 2,30 persen," kata Febiyana.
Sementara di perdesaan, garis kemiskinan meningkat dari Rp560,3 ribu perkapita perbulan pada Maret 2024 menjadi Rp571,8 ribu perkapita perbulan pada September 2024 atau mengalami peningkatan 2,04 persen.
Febiyana menambahkan, persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin, namun dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.
Ada pun indeks kedalaman kemiskinan mengindikasikan jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Indeks keparahan kemiskinan mengindikasikan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
Dari September 2019 masa sebelum pandemi Covid-19 hingga masa pemulihan saat ini, indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) terus menunjukkan penurunan baik di perkotaan maupun perdesaan.
Pada September 2024, P1 turun menjadi 1,744 dari sebelumnya 1,988 pada September 2019. Hal yang sama juga terjadi pada P2 yang turun dari 0,442 pada September 2019 menjadi 0,396 pada September 2024.
Data tersebut menunjukkan tren positif dalam penanganan dan penurunan tingkat kemiskinan, meskipun garis kemiskinan per kapita naik. Namun disparitas antara perkotaan dan perdesaan masih menjadi tantangan yang perlu mendapatkan perhatian lebih.