SuaraLampung.id - Fraksi Partai Gerindra DPRD Kota Bandar Lampung menolak pengesahan RAPBD Perubahan 2023 sebab sumber pendapatan yang diproyeksikan pada RAPBD Perubahan tidak tepat.
Selain itu, RAPBD Perubahan Kota Bandar Lampung 2023 masih berisi program kegiatan yang bersifat seremonial yang cenderung membebani anggaran Pemkot Bandar Lampung.
Akibatnya, defisit Pemerintah Kota Bandar Lampung hingga saat ini belum bisa diatasi, kata Rizaldi Adrian, Anggota Badan Anggaran (Banang) DPRD Kota Bandar Lampung asal Fraksi Gerindra, Rabu (27/9/2023).
Menurutnya, Fraksi Partai Gerindra sejak awal menyayangkan beberapa proyeksi pendapatan yang diantaranya adanya rencana penjualan aset milik pemkot Bandar Lampung.
“Kami melihat adanya proyeksi pendapatan yang tidak tepat di antaranya rencana penjualan aset. Kami meminta eksekutif dalam menyusun anggaran memperhatikan prinsip-prinsip good governance. Jadi tidak boleh asal-asalan,” tegasnya.
Rizaldi mengatakan seyogyanya Pemkot Bandar Lampung sensitif atas perencanaan belanja daerah dengan memperhatikan defisit anggaran.
Penyusunan proyeksi pendapatan jangan dilakukan dengan logika terbalik, seharusnya uangnya ada terlebih dahulu, baru disusun rencana belanja.
“Fraksi Partai Gerindra meminta pihak eksekutif dalam menyusun anggaran jangan pakai logika terbalik. Seharusnya ada uang berapa, baru belanjanya berapa. Tapi yang kami lihat justru kebalikannya, belanjanya sekian baru diakali sumber pendapatannya. Ya, salah satunya ya jual aset!," lanjutnya.
Menanggapi pernyataan Kepala BPKAD Bandar Lampung yang menyatakan penjualan aset baru akan dilakukan jika realisasi pendapatan tidak tercapai, Rizaldi Adrian mengungkapkan justru pernyataan tersebut menunjukkan ketidakpercayaan Pemkot Bandar Lampung atas realisasi target pendapatan.
Baca Juga:Kasus Pemasangan Bendera Partai NasDem, Dua ASN Pemkot Bandar Lampung Langgar Netralitas
Fraksi Partai Gerindra paham sumber pendapatan terdiri dari bermacam-macam sumber yaitu diantaranya DAU, DBH, PAD dan sebagainya, tetapi dalam menerapkan kebijakan anggaran yang terlebih dahulu mesti dilihat adalah bagaimana political will dari pihak eksekutif dalam menyelesaikan persoalan anggaran.
Sebagaimana yang diketahui hingga kini Pemkot Bandar Lampung masih terbelit defisit anggaran sehingga tidak tepat memaksakan program pembangunan yang berorientasi kepada kegiatan seremonial.
“Jangan membuat kebijakan yang ujungnya akan membebani anggaran dan menambah hutang baru. Pada kenyataannya juga hingga saat ini apakah pemerintah kota Bandar Lampung sudah dapat mengatasi defisit anggaran? Lalu, lihat bagaimana Kota Bandar Lampung selalu mendapatkan opini wajar dengan pengecualian dari BPK. Itu jadi parameter,” pungkasnya. (ANTARA)