Nasib Perempuan Desa Penyangga TNWK di Tengah Himpitan Konflik Gajah vs Manusia

persoalan konflik gajah liar dengan petani belum ada solusi, artinya konflik tersebut masih terus terjadi.

Wakos Reza Gautama
Minggu, 27 Agustus 2023 | 07:10 WIB
Nasib Perempuan Desa Penyangga TNWK di Tengah Himpitan Konflik Gajah vs Manusia
Para perempuan di desa penyangga Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Kabupaten Lampung Timur. [Suara.com/Agus Susanto]

Dalam rapat kerja tersebut, Sudin berencana akan membuat regulasi terkait ganti rugi tanaman yang dirusak gajah, hingga penanganan petani yang menjadi korban gajah liar.

"Jangan sampai terus terusan masyarakat kami, warga kami terus- terusan menjadi korban baik materi hingga jiwa akibat konflik gajah liar," kata Sudin.

Ketua Komisi IV DPR RI tersebut juga akan membangun kanal permanen agar gajah tidak bisa keluar dari hutan, katanya politisi PDIP itu juga akan menganggarkan Rp10 miliar untuk pembangunan kanal.

Perebutan Lahan Antara Gajah dan Manusia

Baca Juga:Jasa Marga Pamer Penggunaan Teknologi di Jalan Tol

Data yang didapat dari Wildlife Conservation Society (WCS), dari tahun 2000 hingga 2023 petani yang meninggal akibat serangan gajah liar sebanyak 5 orang. Tercatat tahun 2000, ada petani bernama Jiwon yang meninggal di tempat kejadian Desa Braja Asri, Kecamatan Way Jepara.

Selanjutnya tahun 2010 petani bernama Sumarjo warga Desa Tegalyoso, Kecamatan Purbolinggo, 2021 petani bernama Sutikno warga Desa Tegalyoso, Kecamatan Purbolinggo, dan ke lima tahun 2022 petani bernama Yarkoni warga Desa Tambahdadi, Kecamatan Purbolinggo.

"Itu catatan kami dari 2000 hingga 2022 ada lima orang yang meninggal akibat serangan gajah liar,"kata Koordinator WCS Sugio, Senin (15/8/2023).

Kronologinya semua sama, yakni ketika korban sedang menunggu tanamannya pada malam hari, dan rata-rata yang menjadi korban serangan gajah adalah laki-laki dengan usia di atas 45 tahun.

Sementara kata Sugio, alasan gajah keluar dari kawasan, di duga akibat adanya perebutan ruang di antara gajah di dalam kawasan hutan TNWK karena jelajah gajah yang luas. Mereka lalu pergi ke perkebunan warga.

Baca Juga:Persahabatan Beda Dimensi? 4 Film Ini tentang Pertemanan Hantu dan Manusia

Gajah tidak mengenal batas kawasan. Gajah pendatang yang sudah mengenal makanan pertanian yang siap saji, karena gajah memiliki sifat oportunis yakni memilih mencari makan yang mudah.

"Selain itu gajah cukup mudah masuk ke lahan pertanian warga karena pembatas antara hutan dan peladangan hanya sebuah kanal yang mudah dilalui gajah liar," kata Sugio.

Populasi gajah yang ada di hutan Way Kambas adalah gajah asli Way Kambas dan gajah pendatang hasil program tata liman, yakni dari Kabupaten Way Kanan, Tulang Bawang, Mesuji, Lampung Utara, Lampung Barat dan Lampung Selatan.

Sugio pun tidak menampik dengan adanya perilaku manusia yang melakukan kegiatan ilegal  dalam hutan Way Kambas, seperti melakukan perburuan hewan jenis menangan dan sebagainya hingga peristiwa kebakaran hutan juga menjadi penyebab gajah liar keluar dari dalam hutan.

Perburuan satwa dan kebakaran hutan menjadi pemicu gajah berjalan menghindari lokasi yang rawan perburuan dan kebakaran hutan mencari lokasi yang aman, yang akhirnya keluar hutan dan masuk ke areal pertanian penduduk," terang Sugio.

Sementara, secara umum Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mendapatkan data bahwa di sejumlah tempat seperti di Aceh, konflik satwa liar dengan manusia tak pernah berhenti.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini