SuaraLampung.id - Hari ini 37 tahun lalu, tepatnya 12 September 1984 pecah peristiwa Tanjung Priok.
Pada tragedi Tanjung Priok, aparat TNI yang dulu bernama ABRI menembaki warga sipil secara membabi buta.
Puluhan nyawa melayang dalam peristiwa berdarah di Tanjung Priok itu. Data Solidaritas untuk Peristiwa Tanjung Priok menyebut 400 nyawa hilang pada tragedi itu.
Salah satu orang yang dianggap paling bertanggung jawab dalam peristiwa Tanjung Priok ialah Jenderal Leonardus Benyamin Moerdani atau dikenal dengan nama Benny Moerdani.
Baca Juga:Tawarkan Gadis Belia, 2 Muncikari Dibekuk Polres Pelabuhan Tanjung Priok
Saat peristiwa Tanjung Priok pecah, Benny Moerdani adalah Panglima ABRI. Sejak itu, sentimen anti-Islam terhadap Benny Moerdani menguat mengingat Benny seorang beragama Katolik.
Penyebab Peristiwa Tanjung Priok
Dalam buku "Mereka Bilang Disini Tidak Ada Tuhan Suara Korban Tragedi Priok" terbitan Kontras dan Gagas Media, kejadian ini bermula dari penerapan asas tunggal Pancasila di Indonesia dan makin terpinggirkannya umat Islam akibat kebijakan pemerintah.
Sejumlah umat Islam menolak penerapan asas tunggal Pancasila. Situasi politik mulai panas. Musala As Sa'adah di Koja, didatangi Babinsa.
Babinsa masuk ke dalam Musala As Sa'adah tanpa melepas sepatu lars mencopoti pamflet bernada kritik terhadap pemerintah. Terjadi keributan antara Babinsa dan warga yang berujung pada pembakaran motor Babinsa.
Baca Juga:Tusuk ABK hingga Tewas, Security di Tanjung Priok Dibekuk di Rumah Istri Siri
Empat orang warga ditangkap atas tuduhan pembakaran motor aparat TNI. Penangkapan ini direspons umat Islam di Tanjung Priok dengan menggelar tabligh akbar pada 12 September 1984 pada pukul 20.00.
Beberapa orang memberikan ceramah pada tabligh akbar itu. Isi ceramah salah satunya adalah meminta aparat keamanan membebaskan empat orang yang ditangkap dalam insiden pembakaran motor tentara.
Amir Biki, salah satu tokoh di Tanjung Priok lalu mengomandoi massa untuk mendatangi Markas Kodim dan ke Koja.
Ahmad Yaini, salah satu saksi, mengisahkan baru sekitar 5-10 menit berjalan, sudah terdengar tembakan. Menurutnya, tembakan yang mengarah langsung ke barisan jamaah. Akibatnya jamaah bubar tercerai berai karena ada yang kena tembak dan ada yang mati.
"Tembakan demi tembakan seperti sudah dipersiapkan dan memakai alat-alat berat seperti panser," kata Ahmad Yaini, salah satu saksi dikutip dari Buku "Mereka Bilang Disini Tidak Ada Tuhan Suara Korban Tragedi Priok".
Ralat Jumlah Korban
Pada dinihari itu, Benny Moerdani, sebagai Panglima ABRI, langsung melihat korban di rumah sakit. Pagi harinya, Benny Moerdani menemui Presiden Soeharto melaporkan langsung peristiwa Tanjung Priok.
Setelah itu Benny langsung menggelar jumpa pers di Aula Departemen Hankam. Ikut hadir pada jumpa pers itu Panglima Kodam Jaya Try Sutrisno, Menteri Penerangan Harmoko, dan Kapolda Metro Jaya Mayjen Soedjoko.
Pada jumpa pers, Benny Moerdani menyampaikan jumlah korban tewas hanya sembilan orang dan 53 luka-luka. Angka korban versi pemerintah ini dikecam perwakilan tokoh umat Islam.
Mereka tak percaya jumlah korban tewas hanya 9 orang.
Benny menjawab tuduhan-tuduhan itu. Menurut Benny dirinya tidak bermaksud berbohong saat menyampaikan 9 korban jiwa. Ia mengatakan, jumlah korban yang diketahui saat dinihari kejadian baru sembilan orang.
“Memang itulah angka korban yang kita ketahui pada hari pertama peristiwa terjadi. Bahwa kemudian ternyata ada lagi beberapa mayat yang ditemukan semula kita juga belum mengetahuinya. Kita tahunya juga belakangan,” kata Benny dikutip dari Buku Benny Moerdani Profil Prajurit Negarawan".
Belakangan ditemukan mayat terbakar di apotik, dan mayat-mayat lain seperti pembantu rumah tangga. Akhirnya di hadapan Anggota DPR, Benny mengoreksi jumlah korban peristiwa Tanjung Priok. Menurut Benny, jumlah korban jiwa 18 orang.
Jumlah itu bukan hanya korban yang tewas ditembak. Melainkan juga korban karena aksi pembakaran toko oleh amukan massa. Sementara untuk korban luka-luka, Benny menyebut ada 53 orang. Peristiwa Tanjung Priok juga menimbulkan kerugian berupa tiga rumah, satu apotik, tiga truk dan sepeda motor dibakar.
Benny Moerdani Puji Prajurit TNI yang Tembaki Warga
Dalam buku "Benny Moerdani Profil Prajurit Negarawan", Benny Moerdani mengemukakan alasan penembakan terhadap warga di Tanjung Priok.
Sebagai Panglima ABRI, Benny tetap membela prajuritnya yang saat itu melakukan penjagaan. Menurut Benny, prajurit sudah melakukan pengamanan sesuai prosedur.
Para petugas keamanan yang dikerahkan saat itu terdiri dari satu regu pasukan artileri yang tidak pernah perang dan sejumlah anggota polisi.
“Andaikan kita sebelumnya sudah tahu bahwa pada malam itu akan terjadi aksi massa menyerbu pos polisi, tentu saja kita kirimkan pasukan yang jauh lebih mampu menertibkan keributan seperti pasukan Kostrad atau RPKAD,” kata Benny.
Benny juga memuji tindakan perwira remaja yang memimpin pengamanan saat itu. Dalam penilaiannya, perwira remaja itu sudah berani mengambil sikap ketika dihadapkan pada situasi kritis.
“Mengapa harus ditembak?” pertanyaan itu diajukan ke Benny.
Menurut Benny, seorang komandan itu salah satu tugasnya menjaga keselamatan anak buah. Kalau pada jarak seratus meter sudah ditembak, berarti kita salah. Tapi kalau tinggal dua meter, tidak ada jalan lain. Menembak untuk membela diri kok. Itu bisa dilihat dari yang meninggal. Bekas tembakanya itu membuktikan bahwa jarak itu sudah dekat,” jelas Benny.
Bagi Beny Moerdani, peristiwa Tanjung Priok adalah sebuah mob sehingga harus diambil tindakan tegas.
“Itulah perbedaan mob dengan crowd. Kalau crowd masih bisa dikontrol. Sedang mob tidak. Bagaimana itu terjadi? Ya bagaimana memotivasi atau mengipas, memanasi orang-orang itu. Juga kondisi-kondisi yang melatarbelakanginya,” ujar Benny Moerdani.
Bagi Benny Moerdani, peristiwa Tanjung Priok bukan peristiwa keagamaan dan kegiatan yang menyangkut kepentingan hidup beragama.
Kejadian tersebut menurut Benny, merupakan peristiwa dimana emosi umat beragama dan forum-forum beragama dimanfaatkan atau disalahgunakan untuk tujuan lain.
“Hasutan yang memancing emosi umat beragama dapat berhasil karena penghasutnya berlindung di balik ajaran agama,” ucap Benny Moerdani.