SuaraLampung.id - Memasuki halaman Museum Ketransmigrasian di Desa Bagelen, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran kita akan sedikit dibuat kaget.
Gerbangnya besar dan halamannya cukup luas, namun terasa sepi. Rumput-rumput mulai meranggas di sana sini, seperti tak terurus.
Pada bagian tengah, kita akan disambut sebuah gedung yang terlihat menua. Cat bagian depannya sudah banyak yang mengelupas. Belum lagi dinding bangunan dipenuhi lumut-lumut berwarna hijau kehitaman. Pada bagian muka pintu tertulis Museum Ketransmigrasian.
SuaraLampung.id sengaja datang ke museum tersebut untuk membuktikan apa yang menjadi omongan orang-orang, Museum Ketransmigrasian Lampung seperti hidup segan mati tak mau.
Baca Juga:ABG Bawa Gulungan Uang Rp 2 Ribu, Isinya Mengejutkan
"Saya akan buktikan kalau anggapan itu salah," tegas Hana Kurniati, Kepala Museum Ketransmigrasian baru-baru ini.
Ia memang baru ditempatkan di sana, sekitar awal tahun 2020.
"Begitu kami ingin bergerak, kita dihantam Corona, jadinya untuk sementara kita masih susun strategi ulang untuk mempromosikan kembali museum ini," tambah Hana.
Hana dan beberapa staf museum pun mengajak SuaraLampung.id berkeliling melihat aneka koleksinya.
"Kewenangan museum sudah beralih, tadinya ada di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, sekarang di bawah wewenang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung," tambah Hana.
Baca Juga:Penyelundupan Benih Lobster Asal Lampung Dibongkar, Nilainya Capai Rp 6 M
Menurut Hana, museum tersebut dibangun untuk mengenang sejarah transmigrasi pertama di Indonesia (dahulu disebut kolonialisasi), pada tahun 1905. Pada tahun itu ada 155 kepala keluarga yang diberangkatkan dari Pulau Jawa Karesidenan Kedu, Jawa Tengah ke Gedong Tataan, Karesidenan Lampung.
"Lokasinya transmigrasi pertama itu di Desa Bagelen, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran ini. Maka dibangunlah museum ini pada tahun 2004 silam dimasa Gubernur Sjachroedin ZP," tambah Hana lagi.
Museum yang diinisiasi Muhajir Utomo (kala itu Rektor Unila) ini terdiri dari dua lantai. Pada lantai satu ada koleksi replika peralatan membajak sawah dengan kerbau pada masa lampau. Pada bagian kanan ada koleksi peralatan kesenian wayang golek dari Jawa Barat, dan wayang kulit dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Ada juga ruangan auditorium yang bisa digunakan untuk menonton film dokumenter perjalanan transmigrasi masa lampau.
Pada lantai dua ada berbagai koleksi alat pertanian masa lalu, uang kuno, alat makan masa lalu, dan lain-lain. Ada juga diorama perjalanan transmigrasi awal di Indonesia.
Beberapa warga yang datang pun mengatakan sering ke museum transmigrasi ini untuk melihat dan mempelajari sejarah tentang transmigrasi pertama di Indonesia.
"Saya beberapa kali kesini, disini saya bisa belajar tentang sejarah transmigrasi dan perjuangan leluhur saya," ungkap Dina, pelajar SMA yang merupakan warga Desa Bagelen.
"Meski pandemi, pelayanan museum tetap buka setiap hari, tapi hanya sampai pukul 12.00 WIB," tukas Hana.
Bagi anda yang tertarik berkunjung ke Museum Transmigrasi, arahkan kendaraan anda ke Jalan Lintas Sumatera Bagian Barat, arah ke Kabupaten Pesawaran. Lokasinya di pinggir jalan lintas, sebelum Islamic Center Pesawaran, sekitar 40 menit dari Bandar Lampung.
Kontributor : Andry Kurniawan