Dalam hal ini, terdapat pemahaman bahwa penyidik telah memiliki kewenangan penahanan sehingga tidak perlu adanya uraian lagi.
"Dengan sistem tanpa hakim pemeriksa seperti saat ini, penyidik tidak terbiasa menguraikan alasan penahanan secara akuntabel," kata Erasmus.
Permasalahan ketiga, KUHAP tidak mengakomodasi pertimbangan HAM dan gender dalam rumusannya.
Erasmus berpandangan seharusnya ada penekanan bahwa yang didahulukan adalah penahanan nonrutan, yang justru tidak diefektifkan di Indonesia, dan juga untuk tersangka/terdakwa dengan kerentanan tertentu misalnya ibu, perempuan hamil, dan lansia harus dipertimbangkan untuk dihindarkan penahanan rutan.
Baca Juga:Begini Ungkapan Permintaan Maaf Jefri Nichol Terkait Anak Sambo di Klub Malam
"Hal ini berdasarkan pertimbangan hak asasi manusia harus menjadi acuan penilaian ketika penyidik akan menahan atau tidak," kata Erasmus. (ANTARA)