SuaraLampung.id - Hasil tes COVID-19 kadang berbeda-beda dalam sehari? Hal ini yang dialami selebritas Atiqah Hasiholan. Namun menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Prof. Tjandra Yoga Aditama hal tersebut bisa saja terjadi.
Faktor yang menyebabkan hasil tes COVID-19--baik tes antigen maupun PCR (Polymerase Chain Reaction)--bisa berbeda dalam sehari, antara lain terkait jumlah virus yang ada pada pasien sekaligus proses pengambilan sampelnya.
"Jumlah virus yang ada pada pasien. Proses pengambilan sampel, apakah memang tepat sesuai tempat yang ada jumlah virus yang memadai," kata Prof. Tjandra kepada ANTARA, Rabu.
Dokter yang pernah menjabat sebagai Dirjen Pengendalian Penyakit & Kepala Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan itu mengungkapkan transportasi sampel dari tempat pengambilan ke tempat pemeriksaan. Sebab lainnya, ialah proses pemeriksaan di laboratorium.
Baca Juga:Waduh! Petani di Lahat Sumsel Keluhkan Pupuk Subsidi Langka
"Baik aspek teknik laboratorik maupun juga proses administrasi pencatatan dan pelaporan hasil," tutur Prof. Tjandra mendetilkan.
Atiqah melalui unggahan di fitur Instagram Story mengungkapkan sempat menjalani tiga kali tes swab dalam satu hari dengan hasil PCR pertama positif, sementara berikutnya swab antigen negatif, lalu PCR kedua negatif.
Tiga hari sebelumnya, dia juga menjalani tes swab antigen dan hasilnya negatif.
Ada empat kemungkinan hasil termasuk pada tes PCR yakni benar positif, benar negatif, positif palsu, dan negatif palsu. Benar dan salah mengacu pada keakuratan tes, sementara positif dan negatif mengacu pada hasil yang terima pasien.
Professor di Department of Laboratory Medicine and Pathology at the University of Washington School of Medicine, Geoffrey Baird, M.D., Ph.D. mengatakan hasil positif palsu berarti seseorang telah mendapatkan hasil positif, tetapi tidak benar-benar terinfeksi virus SARS-CoV-2.
Baca Juga:Prakiraan Cuaca 9 Februari 2022, Sumsel Bakal Hujan Siang hingga Malam Hari
Tes antigen paling akurat ketika yang menjalani tes memiliki gejala, karena biasanya itu berkorelasi dengan adanya banyak virus di tubuh sehingga lebih mudah untuk dideteksi.
Tes antigen COVID-19 mengharuskan pemeriksa menyeka lubang hidung pasien untuk mengumpulkan sampel, tetapi tujuannya bukan untuk mengambil lendir.
“Banyak orang berpikir menggali sedalam mungkin. Itu sebenarnya dapat menyebabkan beberapa hasil positif palsu. Ingus, rambut, darah, dan tambahan lainnya dapat mengganggu kemampuan tes untuk mengidentifikasi antigen SARS-CoV-2," kata Baird.
Standar pengujian COVID-19 yakni dengan tes PCR atau juga dikenal sebagai pengujian molekuler. Namun, tes antigen bisa sama sensitifnya dengan tes PCR ketika seseorang mengalami gejala.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menyatakan meskipun spesifisitas tinggi dari tes antigen, hasil positif palsu bisa saja terjadi.
"Secara umum, untuk semua tes diagnostik, semakin rendah prevalensi infeksi di masyarakat, semakin tinggi proporsi hasil tes positif palsu,” ungkap CDC. (ANTARA)