Umat Islam Terbelah Sikapi Permendikbudristek No 30 Tahun 2021

Beberapa kalangan Islam beda pandangan dalam menafsiri Permendikbudristek No 30 Tahun 2021.

Wakos Reza Gautama
Jum'at, 12 November 2021 | 07:20 WIB
Umat Islam Terbelah Sikapi Permendikbudristek No 30 Tahun 2021
Ilustrasi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim. Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 jadi polemik di kalangan umat Islam. [Suara.com/Alfian Winanto]

"Karena itu, aturan ini sangat bagus. Memberikan perlindungan pada kaum perempuan dari tindakan-tindakan kekerasan seksual. Maka, Kementerian Agama tidak ada alasan untuk tidak mendukung," ujar Nizar Ali di Palembang, Kamis.

Nizar menjelaskan permendikbud itu harus dipahami secara utuh tanpa dilepaskan dari konteks. Permendikbud memberi ruang dan payung bagi para korban kekerasan seksual agar berani berbicara serta dapat mengakomodir hak-hak korban.

Di satu sisi, Permendikbud ini juga menjadi semacam benteng yang akan menutup ruang gerak para pelaku kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.

Sementara terkait frasa yang diperdebatkan sejumlah pihak, utamanya Pasal 5 ayat (2), yakni "tanpa persetujuan korban", merupakan kesalahan persepsi.

Baca Juga:Ditolak Banyak Kalangan, Ini Alasan Komnas HAM Dukung Permendikbud Ristek 30 Tahun 2021

Menurut Nizar, pasal tersebut tidak berarti "melegalkan zina di lingkungan kampus", tetapi justru melindungi perempuan dari segala macam bentuk kekerasan seksual yang dialaminya.

Sebab, kekerasan seksual tidak hanya fisik, tetapi nonfisik (verbal), seperti gurauan atau panggilan yang merendahkan perempuan.

"Nah konteks ini, di Permendikbud ini adalah konteks untuk pencegahan dan penindakan terhadap pelecehan seksual. Jadi tidak ada di situ kata-kata yang melegalkan zina. Tidak ada sama sekali yang mengatakan melegalkan zina. Itu salah besar," kata dia.

Menurut dia, pihaknya sudah menyampaikan ke seluruh perguruan tinggi keagamaan yang berada di bawah kewenangan Kemenag agar mendukung Permendikbud PPKS tersebut.

Para rektor didorong untuk membuat satuan kerja (satker) masing-masing sebagai langkah dalam mewujudkan lingkungan pendidikan yang bersih dari kekerasan seksual dan melindungi hak-hak perempuan.

Baca Juga:Legislator Golkar Sarankan Nadiem Revisi Permendikbud 30 Agar Tak Multitafsir

"Karena ini di level perguruan tinggi, ada satker masing-masing. Rektor nanti sebagai penanggung jawab di situ. Jadi nanti kalau ada civitas akademika yang dilecehkan, rektor akan bergerak," kata dia. (ANTARA)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini