SuaraLampung.id - Nuraini (25), seorang ibu muda warga Desa Cimanuk, Way Lima, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, harus berjuang ekstra untuk melahirkan di masa pandemi Covid-19 ini.
Nuraini ditolak setidaknya oleh enam fasilitas kesehatan di Lampung saat dirinya sudah mengalami kontraksi.
Bermacam alasan yang dikemukakan pihak fasilitas kesehatan. Mulai dari tidak ada dokter hingga ditolak karena bukan warga yang berdomisili di tempat fasilitas kesehatan itu berada.
Kisah Nuraini ini diceritakan, Irwan (46), sang suami. "Awalnya saya sama istri ke Bidan Yuli disarankan ke RSUD Pesawaran, kemudian saya bawa istri ke RSUD Pesawaran," kata Irwan kepada Suaralampung.id, Selasa (19/1/2021).
Baca Juga:Pandemi Covid-19, Apotek Online Alami Pertumbuhan Hingga 50 Persen
Sampai di RSUD Pesawaran, Nuraini tidak dilayani dengan alasan tidak ada dokter. Terpaksa Nuraini menunggu di luar rumah sakit.
Nuraini berada di luar RS selama 14 jam dari Rabu (13/1/2021) sekitar pukul 12.00 WIB sampai Kamis (14/01/2021) sekitar pukul 02.00 dini hari.
Karena tak ada tindakan apapun yang diambil oleh pihak RSUD Pesawaran, Irwan membawa Nuraini ke klinik Surya Asih di Kabupaten Pringsewu.
Di sana istri Irwan hanya dicek darah untuk memastikan reaktif atau tidak covid-19 diminta membayar Rp150 ribu."Karena tidak ada penanganan di Klinik Surya Asih kemudian saya bawa istri ke RSUD Pringsewu," kata Irwan.
Berada di RSUD Pringsewu, pihak rumah sakit menolak merawat Nuraini.
Baca Juga:Darurat! Rumah Sakit Penuh, Sistem Layanan Kesehatan Bisa Kolaps
"Di sana saya ditolak dengan alasan kata petugasnya 'bapak dari mana?' Saya jawab dari Pesawaran, terus kata
petugasnya bilang suruh balik ke Pesawaran, karena di sini Pringsewu," jelas Irwan meniru percakapannya dengan petugas RSUD Pringsewu.
Irwan menjelaskan, karena tidak diterima di RSUD Pringsewu akhirnya dia balik ke Pesawaran ke Klinik Ridho 1. Di klinik Ridho 1, Nuraini hanya dicek darah. Hasilnya reaktif dan diminta membayar Rp 200 ribu.
Lagi- lagi Nuraini tidak mendapatkan penanganan apapun. Irwan pun memutuskan membawa istrinya ke klinik GMC namun disana tidak ada alat tes Covid-19.
Akhirnya, dia membawa istrinya ke RSUDAM, Kamis (14/01/2021) sekitar pukul 05.00 WIB.
"Alhamdulillah di Rumah Sakit Umum Abdul Moelok (RSUDAM) istri saya langsung dilakukan tindakan dan
tangani serta diinfus sampai istri saya melahirkan, secara normal. Setelah lahiran baru keluar hasil tes covid-19 negatif,
"ujarnya.
Sementara itu, dr.Imelda Carolia,M.kes pemilik klinik Ridho Husada, saat dikonfirmasi, mengatakan bahwa pihaknya tidak menolak pasien tersebut.
Menurut Imelda, hasil rapid test Nuraini reaktif sehingga pihaknya menyarankan dibawa ke rumah sakit yang ada ruang
isolasi.
"Karena hasil rapidnya reaktif maka kita tidak mau ambil resiko. Kami sarankan agar istrinya dibawa ke RS yang ada ruangan
isolasinya. Dan suaminya dari pasien juga sudah tanda tangan, dia memaklumi,"ujarnya.
Direktur RSUD Pesawaran, dr. Yasmin saat dikonfirmasi via handphone mengatakan bahwa pasien itu dilakukan rapid test di Bidan Yuli dan hasilnya reaktif maka disarankan pasien untuk ke puskesmas rawat Inap.
"Mungkin karena panik, pasien langsung ke RSUD Pesawaran, semestinya berjenjang. Dari puskes rawat inap dulu baru rujukan ke sini (RSUD Pesawaran red), "kata Yasmin, Selasa (19/01/2021).
Dia membantah, RSUD Pesawaran menelantarkan pasien itu. Sebetulnya, kata dia, petugasnya sedang melakukan koordinasi dengan petugas puskesmas Kedondong namun pasiennya jusru pindah ke rumah sakit lain dan tidak balik lagi ke RSUD Pesawaran.
"Setelah kejadian ini, saya sudah membuat surat edaran supaya setiap puskesmas rawat inap wajib menyediakan ruangan isolasi," ujar Yasmin.
Pada kasus pasien Nuraini ini, menurut Yasmin, tidak perlu dirujuk ke RSUD sebab kondisinya tidak darurat sehingga bisa ditangani di tingkat puskesmas.
"Mungkin karena kepanikan dan ketidaksiapan petugas dibawah dengan adanya wabah covid-19 ini karena hasil rapid testnya reaktif padahal reaktif belum tentu positif," ujar Yasmin.
Kontributor : Ahmad Amri