Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Selasa, 03 Juni 2025 | 22:45 WIB
kematian mahasiswa Universitas Lampung (Unila)

SuaraLampung.id - Kepolisian Daerah (Polda) Lampung menyelidiki kasus kematian tragis seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung (Unila), Pratama Wijaya Kesuma, yang diduga menjadi korban kekerasan dalam kegiatan pendidikan dasar (diksar) organisasi Mahasiswa Pencinta Lingkungan (Mahapel) pada November 2024.

Langkah ini diambil setelah pihak keluarga korban, khususnya sang ibu, Wirna Wani, melaporkan dugaan tindak kekerasan yang menyebabkan kematian anaknya pada April 2025 lalu.

Dalam laporan itu, Wirna menegaskan bahwa Pratama sebelumnya dalam kondisi sehat tanpa riwayat penyakit medis, namun mengalami perubahan drastis usai mengikuti diksar.

""Laporan dari keluarga korban sudah kami terima hari ini, kemudian selanjutnya akan dilakukan penyelidikan oleh Direktorat Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimsus) Polda Lampung," kata Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Yuni Iswandari, di Mapolda Lampung, Selasa.

Baca Juga: Unila Buka 10.000 Kuota Mahasiswa Baru 2025, Cek Jalur dan Persentasenya

“Kami ingin kasus ini diungkap dan semua pelaku yang menyebabkan anak saya meninggal dunia dihukum seberat-beratnya,” ujar Wirna dengan mata berkaca-kaca saat ditemui awak media.

Menurut penuturan Wirna, selama mengikuti kegiatan diksar Mahapel, anaknya mengalami tindak kekerasan fisik yang brutal—dada dan perut ditendang, tubuhnya diinjak-injak.

Pratama sempat mengatakan kepada sang ibu bahwa dirinya tak berani menyebutkan nama pelaku karena merasa nyawanya terancam.

“Mama jangan cerita, nyawa aku diancam, nanti aku dibunuh,” kata Pratama saat itu.

Setelah kegiatan berakhir, Pratama dijemput oleh keluarganya dalam kondisi lemah.

Baca Juga: Kabar Gembira! Unila Buka Prodi S1 Gizi, Atasi Stunting dan Obesitas di Lampung

Ia sempat meminta untuk dibelikan mie ayam karena lapar, namun belum sempat menyantap makanan tersebut, ia pingsan di rumah.

Sejak itu, kondisi kesehatannya terus memburuk.

Ia mengalami kejang otot, kuku terlepas, tangan kram, bahkan sempat pingsan berkali-kali sebelum akhirnya dilarikan ke rumah sakit.

Pratama sempat menjalani perawatan di klinik, kemudian dirujuk ke RS Bintang Amin, dan akhirnya ke RSUD Abdoel Moeloek.

Di sana, dokter saraf menyatakan bahwa kondisi korban sudah sangat parah dan terlambat ditangani.

Sang ibu mengaku, keterlambatan ini terjadi karena Pratama tak mau dirawat dengan alasan ketakutan akan ancaman dari pihak tertentu.

Load More