SuaraLampung.id - Dosen Teknik Geomatika Institut Teknologi Sumatera (Itera) yang juga peneliti banjir, Ir. Arif Rohman, S.T.,M.T., mengatakan bahwa risiko banjir dapat dikurangi dengan strategi atau pendekatan disaster risk reduction (DRR).
"Strategi DRR dapat diterapkan melalui berbagai upaya mitigasi, seperti peningkatan kapasitas drainase, penerapan konsep kota spons (sponge city), dan optimalisasi lahan hijau sebagai daerah resapan," kata Arif Rohman yang juga Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Umum Itera, Sabtu (18/1/2025).
Namun begitu, ia menyayangkan banyak kota masih mengandalkan solusi jangka pendek, seperti pompa air dan peninggian tanggul, yang sebenarnya hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan akar permasalahan.
"Banjir adalah bagian dari siklus hidrologi yang alami. Ketika curah hujan tinggi, air yang turun akan mencari jalannya sendiri, terutama ke daerah yang secara alami merupakan dataran banjir," kata dia.
Baca Juga: Update Banjir Bandar Lampung: Data Terbaru Korban dan Wilayah Terdampak
Namun, lanjut Arif, urbanisasi yang pesat membuat air kehilangan tempat resapannya, sehingga aliran permukaan meningkat drastis dan menyebabkan genangan.
"Sehingga alih-alih terus menyalahkan cuaca atau kondisi geografis, pendekatan yang lebih tepat adalah memahami bahwa banjir pasti terjadi, tetapi dampaknya bisa dikurangi. Hal ini telah menjadi kesepakatan dalam studi kebencanaan melalui pendekatan pengurangan risiko bencana (disaster risk reduction atau DRR)," kata dia.
Menurutnya, salah satu kesalahan terbesar dalam memahami banjir yakni menganggapnya sebagai masalah lokal semata. Padahal, kawasan yang tergenang banjir merupakan hasil dari perubahan tata guna lahan di tempat lain.
"Kita sering mendengar bahwa deforestasi di daerah hulu meningkatkan limpasan air ke daerah hilir, sehingga debit sungai meningkat dan memperbesar risiko banjir. Dengan prinsip yang sama, jika banjir terjadi di daerah Way Lunik, Panjang, Bandar Lampung, maka seharusnya pemerintah dapat mengidentifikasi daerah mana saja yang berkontribusi besar dalam mengalirkan air ke sana," kata dia.
Arif mengungkapkan bahwa salah satu konsep pengambilan keputusan untuk identifikasi wilayah yang dapat digunakan adalah multi criteria decision making (MDMC) melalui analisis spasial.
Baca Juga: 2 Nyawa Melayang Akibat Banjir di Bandar Lampung
"MDMC sering digunakan untuk menilai risiko banjir, menganalisis dampak penggunaan lahan, dan menentukan alokasi lahan. LEx-GM (Land Use Examination Global Model) adalah model yang kami kembangkan untuk menganalisis dampak penggunaan lahan dan menentukan alokasi lahan," kata dia.
Model ini, lanjut Arif, berfungsi untuk memetakan pola perubahan tata guna lahan, memprediksi dampaknya terhadap hidrologi, serta mengidentifikasi area mana yang memiliki kontribusi signifikan terhadap peningkatan risiko banjir.
"Dengan model pengambilan keputusan dapat lebih berbasis bukti (evidence-based decision making). Pemerintah dapat menentukan zona-zona yang perlu dilindungi, menetapkan kebijakan tata ruang yang lebih adaptif, serta mengembangkan strategi mitigasi yang lebih efektif," kata dia.
Selain itu, model ini juga bisa digunakan untuk mendukung konsep Nature-Based Solutions (NBS), yaitu pendekatan mitigasi banjir yang memanfaatkan ekosistem alami seperti pembuatan ruang hijau perkotaan sebagai solusi berkelanjutan.
"Teknologi saat ini memungkinkan penerapan model banjir secara lebih akurat. Dengan pesawat nirawak atau drone, kita dapat menghasilkan model topografi yang sangat detail. Selain itu, smartphone yang kita miliki juga dapat digunakan untuk menerima informasi secara real-time, menampilkan zona rawan banjir, serta berfungsi sebagai alat bantu evakuasi," kata dia.
Menurutnya, pola banjir di perkotaan bukan hanya masalah air yang meluap, karena hal ini terjadi akibat keterkaitan di setiap wilayah, sehingga kebijakan yang diambil akan tetap bersifat parsial dan tidak efektif serta hanya akan menjadi siklus reaktif yang tidak pernah tuntas.
"Kita membutuhkan pendekatan yang lebih sistemik, berbasis data, dan berorientasi pada mitigasi risiko, bukan sekadar respon reaktif," kata Arif.
Dengan memahami bahwa banjir pasti datang, pemerintah harus memastikan bahwa dampaknya bisa dikurangi melalui perencanaan tata guna lahan yang lebih cerdas dan inovatif.
"Sehingga mitigasi banjir bukan lagi sekadar wacana, tetapi benar-benar menjadi bagian dari kebijakan tata ruang yang berkelanjutan," kata dia. (ANTARA)
Berita Terkait
-
Diprediksi Bakal Terjadi hingga 17 Januari, Banjir Rob di Muara Angke Tidak Sampai Melumpuhkan Aktivitas Warga
-
Cara Cek Lokasi Banjir Jakarta Hari Ini, Antisipasi Curah Hujan Tinggi
-
Luber! Imbas Hujan Awet di Jakarta Sejak Semalam: Satu RT di Jakbar dan Sejumlah Jalan Terendam Banjir
-
Baru Mulai, Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Banjir Kritikan: Lauk Mentah hingga Larangan Foto
-
5 Tahun Lagi Diprediksi Tenggelam, Bagaimana Nasib Warga Jakarta Bisa Dapatkan Air Bersih?
Terpopuler
- Jairo Riedewald: Saya Tidak Bisa...
- Gibran Disebut Ikut Selamatkan Warga Los Angeles saat Kebakaran, Netizen: Nyelamatin IPK Aja Nggak Bisa
- Jairo Riedewald: Saya Cuma Kelinci Percobaan
- Thom Haye Bicara Potensi Dilatih Patrick Kluivert: Sulit...
- Patrick Kluivert: Mees Hilgers, Calvin Verdonk, dan Jay Idzes
Pilihan
-
Maksimalkan MBG di Kaltim, Pengamat Ekonomi: Pangkas Uang Makan dan Gaji Pejabat!
-
Kabinet Besar hingga Sawit: Kritik Pemuda Kaltim pada 100 Hari Prabowo-Gibran
-
Perbandingan Spesifikasi OPPO Reno13 F 5G vs OPPO Reno12 F 5G, Pilih Mana?
-
Perbandingan Spesifikasi OPPO Reno13 5G vs OPPO Reno12 Pro 5G, Pilih Mana?
-
Harga Emas Antam Stagnan Hari Ini, Masih Rp1.587.000/Gram
Terkini
-
Ahli ITERA Ungkap Solusi Jitu Atasi Banjir Perkotaan
-
Gegara Jalan Ditutup Batang Singkong, Kakek di Way Kanan Babak Belur Dihajar Tetangga
-
Update Banjir Bandar Lampung: Data Terbaru Korban dan Wilayah Terdampak
-
2 Nyawa Melayang Akibat Banjir di Bandar Lampung
-
Dramatis! Pasutri Lansia Terjebak Banjir Lampung Selatan, Dievakuasi Tim Damkar