Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Senin, 14 November 2022 | 08:10 WIB
Seorang petani sedang memanen sawit di Tulang Bawang. [Suaralampung.id/Agus Susanto]

"Maka saya sebagai petani sawit swadaya berharap pemerintah bisa mempertahankan harga minimal Rp1,5 ribu per kilogram," katanya.

Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kampung Wonorejo, Kecamatan Penawar Aji, Tulang Bawang, Lampung, Widodo mengaku sudah sejak awal 20221 petani sawit swadaya tidak mendapatkan pupuk subsidi.

Widodo membawahi sembilan kelompok tani dengan jumlah anggota setiap kelompok rata rata 30 orang. Mereka memiliki cara masing-masing dalam mempertahankan tanaman sawit di tengah hilangnya pupuk subsidi satu tahun belakangan ini.

Selama ini kata Widodo, petani swadaya di wilayah Kabupaten Tulang Bawang rata-rata nekat menggunakan pupuk nonsubsidi diselingi pupuk organik.

Baca Juga: Semua Rumah Sakit di Bandar Lampung Siap Hadapi Lonjakan Kasus COVID-19

Pola pemupukan seperti ini tidak beraturan. Jika petani memiliki uang akan memupuk dengan pupuk kimia nonsubsidi jika tidak punya uang menggunakan pupuk organik.

Yang menjadi persoalan kata Widodo, jika semua menggunakan pupuk organik tentu petani akan kesulitan mencari bahan baku seperti kotoran sapi.

Hal lain adalah petani tidak tahu cara membuat pupuk organik yang benar sehingga mereka membuat pupuk organik menggunakan naluri saja tanpa ilmiah yakni dengan menaburkan kotoran sapi.

Jika ada bahan baku lain selain kotoran sapi untuk pupuk organik, menurut  Widodo, petani perlu diberi pendampingan agar bisa membuat sendiri pupuk organik untuk tanaman sawit.

"Sebab kalau hanya mengandalkan bahan dari kotoran sapi sudah dipastikan petani susah mencari bahan bakunya," katanya.

Baca Juga: Lihat 2 Anak Tenggelam di Embung Pemanggilan, Pemancing Ikut Tenggelam saat Melakukan Pertolongan

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perkebunan Lampung Yuli Astuti menerangkan tanaman kebun yang mendapatkan pupuk subsidi hanya tiga jenis tanaman yaitu kopi, kakao dan tebu.

Load More