Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Kamis, 31 Maret 2022 | 16:24 WIB
Ilustrasi suntik Vaksinasi Booster. Panja DPR pertanyakan alasan pemerintah gunakan vaksin tidak halal untuk vaksinasi booster. [pexels]

"Kewajiban penyediaan vaksin halal sudah diatur dalam dua undang-undang," kata Yahya dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Kementerian Kesehatan dan Kementerian Luar Negeri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.

Dia menjelaskan kewajiban itu diatur dalam Undang-Undang tentang Jaminan Produk Halal dan UU tentang Perlindungan Konsumen.

"Jadi kalau pemerintah tidak bergeming, hanya menyediakan vaksin yang ada saat ini saja, maka pemerintah telah mengabaikan kedua UU ini," jelas Yahya.

Surat Edaran Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI tidak mencantumkan adanya vaksin halal yang digunakan dalam program vaksinasi lanjutan (booster).

Baca Juga: Kritik Mendag Lutfi Soal Minyak Goreng, Legislator Anggia Ermarini: Jika Menteri Aja Bingung, Apalagi Rakyat

Dia menegaskan, saat ini sudah ada dua jenis vaksin yang sudah mendapatkan fatwa halal MUI dan izin penggunaan darurat dari BPOM RI yakni Sinovac dan Zifivax.

Kata Yahya, jika pemerintah tetap tidak mengubah kebijakannya, maka dia menyarankan untuk menguji vaksin booster yang digunakan saat ini yakni pfizer, Astrazeneca dan moderna oleh MUI.

"Karena di dapil saya yang merupakan basis santri di Jombang, banyak yang mempertanyakan itu. Mereka tidak mau divaksin booster, sampai disediakannya vaksin halal," kata Yahya menegaskan.

Selain vaksin halal, Yahya juga menyinggung terkait vaksin kadaluarsa yang akan berimplikasi terhadap hukum yang akan memunculkan indikasi berdampak terhadap kerugian negara. (ANTARA)

Baca Juga: Jokowi Minta Aturan Mudik Jangan Dibandingkan dengan MotoGP, Warganet: Bukannya Sama-Sama Mengundang Massa, Pak?

Load More