Populasi Pakan Menipis, Harimau TNBBS Terpaksa Cari Makan di Pemukiman Warga

pakan satwa yang semakin berkurang di dalam kawasan, menjadi penyebab utama harimau mencari makan di luar

Wakos Reza Gautama
Kamis, 14 Agustus 2025 | 17:18 WIB
Populasi Pakan Menipis, Harimau TNBBS Terpaksa Cari Makan di Pemukiman Warga
Ilustrasi kekurangan pakan di dalam hutan membuat harimau keluar mencari makan di luar hutan sehingga menimbulkan konflik dengan manusia. [unsplash]

SuaraLampung.id - Kepala Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Hifzon Zawahiri mengatakan kekurangan pakan di dalam kawasan menjadi penyebab satwa liar keluar kawasan taman nasional dan menimbulkan konflik ataupun interaksi negatif manusia dengan satwa.

"Kekurangan populasi pakan hidup di dalam kawasan ini, bila dilihat menjadi indikasi satwa liar seperti harimau banyak keluar dari kawasan taman nasional," ujar Hifzon Zawahiri, Kamis (14/8/2025).

Dia menjelaskan indikasi kekurangan pakan di dalam kawasan terlihat dari ada perbandingan jumlah satwa liar di Kawasan Pelestarian Alam Satwa Liar Tambling atau Tambling Wildlife Nature Conservation (TNWC) dengan luas kawasan dan kerapatan harimau tinggi, namun tidak menimbulkan interaksi negatif dengan manusia.

"Di TNWC per 36 ribu kilometer persegi, kerapatan harimau itu sekitar 10-11 ekor dari jumlah seharusnya tiga hingga empat ekor. Tapi karena pakan hidup yang cukup banyak, jadi tidak ada konflik di kawasan TNWC," katanya.

Baca Juga:Petani Tewas Mengenaskan Diterkam Harimau di TNBBS

Hifzon mengatakan kemungkinan besar pakan satwa yang semakin berkurang di dalam kawasan, menjadi penyebab utama para satwa liar seperti harimau mencari makan di luar kawasan dan berkonflik dengan manusia. Sehingga perlu dilakukan upaya untuk menyelesaikan permasalahan pakan di dalam kawasan.

"Kami mendapatkan masukan dan solusi untuk menambah kembali pakan hidup di dalam kawasan. Dan yang paling efektif karena cepat berkembangbiak dengan jumlah yang banyak adalah dengan melepaskan babi hutan sebagai pakan hidup harimau," ucap dia.

Hifzon mengatakan sebenarnya babi hutan menjadi salah satu pakan hidup utama harimau di dalam kawasan. Namun beberapa waktu ini mengalami pengurangan populasi yang drastis akibat adanya serangan penyakit.

"Untuk pemasangan kandang jebak memang ada permintaan dari masyarakat untuk dipasang. Tapi tidak memungkinkan dipasang di dalam kawasan, sehingga kami maksimalkan dipasang di sekitar kawasan," tambahnya.

Hifzon melanjutkan telah dipasang juga kamera jebak untuk memantau pergerakan satwa liar di kawasan taman nasional.

Baca Juga:Satgas Kejagung Sikat Perambah Hutan di TNBBS, Pemprov Lampung Ambil Langkah Ini

"Yang terpenting masyarakat mematuhi imbauan yang sudah kami pasang, agar menghindari adanya peristiwa yang tidak diinginkan," ujar dia.

Wagub: Perlu Mitigasi

Wakil Gubernur (Wagub) Lampung Jihan Nurlela mengatakan perlu adanya pembentukan langkah mitigasi jangka panjang guna mengatasi konflik atau interaksi negatif manusia dengan satwa liar di daerah itu..

"Perlu langkah strategis dan terukur dalam menangani interaksi negatif antara manusia dengan satwa liar yang dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami peningkatan kasus," ujar Jihan Nurlela.

Ia mengatakan perlu dilakukan juga penyusunan mitigasi jangka panjang dalam penanganan interaksi negatif antara manusia dan satwa liar, seperti dengan melakukan pemetaan wilayah rawan, pemasangan tanda peringatan atau banner, serta pengawasan titik panas.

"Langkah-langkah ini sejalan dengan arahan Gubernur Lampung terkait pemulihan ekosistem, rehabilitasi sosial, dan rehabilitasi lingkungan. Kita perlu melakukan mitigasi jangka panjang melalui pemetaan wilayah rawan, pemantauan satwa, serta pemulihan ekosistem melalui rehabilitasi lingkungan dan sosial,” katanya.

Jihan menjelaskan selain itu perlu juga dilakukan penguatan kelembagaan dengan merevisi SK Tim Koordinasi dan Satgas Penanggulangan Konflik Manusia dengan Satwa Liar Provinsi Lampung agar lebih detail dalam pembagian tugas dan pola koordinasi lintas instansi.

"Forum koordinasi ini belum maksimal. Maka SK Tim Koordinasi Penanganan Konflik Manusia dengan Satwa Liar yang dibentuk sejak 2021 perlu diverifikasi ulang. Kemudian anggotanya harus diperluas, sebab masih terdapat pimpinan daerah yang belum mengetahui keberadaan forum tersebut. Sehingga kondisi ini menghambat upaya penanganan konflik dan perlu segera dibenahi," ucap dia.

Jihan melanjutkan perlu juga adanya keterlibatan akademisi untuk melakukan riset berkala mengenai dinamika populasi satwa liar dan kondisi habitatnya, sehingga data ilmiah dari riset tersebut akan menjadi dasar dalam merumuskan langkah penanganan dan kebijakan. (ANTARA)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini