Konflik Harimau vs Manusia, Bupati Lampung Barat Akui Konflik Berlarut-larut

Imbauan ini bukan lagi sekadar anjuran, melainkan sebuah strategi bertahan hidup

Wakos Reza Gautama
Senin, 14 Juli 2025 | 22:51 WIB
Konflik Harimau vs Manusia, Bupati Lampung Barat Akui Konflik Berlarut-larut
Bupati Lampung Barat Parosil Mabsus buka suara mengenai konflik harimau vs manusia di wilayahnya. [ANTARA]

SuaraLampung.id - Aroma kopi robusta yang khas dari perbukitan Lampung Barat kini bercampur dengan bau ketakutan. Bayang-bayang predator mengintai di antara rimbunnya perkebunan, mengubah aktivitas panen yang seharusnya menjadi sumber rezeki menjadi pertaruhan nyawa.

Krisis ini mencapai puncaknya setelah Misni (62), seorang petani, ditemukan tewas mengenaskan, diduga menjadi korban terkaman harimau sumatera saat berkebun di kawasan hutan lindung.

Tragedi ini menjadi lonceng peringatan yang memekakkan telinga, memaksa para pemangku kebijakan untuk bertindak. Bupati Lampung Barat, Parosil Mabsus, akhirnya angkat bicara, menyerukan langkah darurat untuk meredam kepanikan warga yang hidup di bawah ancaman raja hutan.

“Langkah awal yang harus kita lakukan saat ini pendekatan secara humanis kepada masyarakat, lakukan sosialisasi bersifat imbauan, kemudian yang akan melakukan panen kopi agar tidak secara sendiri harus berkelompok,” kata Parosil Mabsus, Senin (14/7/2025).

Baca Juga:Tragis! Warga Tewas Dimangsa Harimau Sumatera Saat Berkebun di Lampung Barat

Imbauan ini bukan lagi sekadar anjuran, melainkan sebuah strategi bertahan hidup. Bupati secara khusus meminta Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan lembaga terkait untuk menggencarkan sosialisasi ke desa-desa yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), habitat asli harimau sumatera.

Pengakuan atas Masalah yang Tak Kunjung Usai

Namun, di balik seruan untuk waspada, terselip sebuah pengakuan yang jujur dan mengkhawatirkan. Parosil Mabsus tak menampik bahwa konflik antara manusia dan satwa liar di wilayahnya adalah borok lama yang tak kunjung sembuh.

"Karena permasalahan konflik satwa liar dengan manusia ini berlarut-larut sampai dengan saat ini belum ketemu solusi strategis yang harus ditempuh," ungkapnya, mengisyaratkan kebuntuan yang telah berlangsung lama.

Pengakuan ini menggarisbawahi betapa kompleksnya masalah ini. Di satu sisi, ada warga yang menggantungkan hidupnya pada lahan perkebunan.

Baca Juga:Pendaki Meninggal di Puncak Gunung Pesagi

Di sisi lain, ada habitat satwa liar yang semakin terdesak. Bupati pun menyinggung perlunya edukasi terkait aturan perambahan kawasan hutan lindung sebagai salah satu akar masalah.

“Selain itu mungkin dari pihak Forkopimda bisa memberi penjelasan kepada masyarakat terkait aturan perambahan hutan kawasan,” katanya.

Kini, warga di Pemangku Kali Pasir, Pekon Sukabumi, dan sekitarnya hidup dalam dilema. Mereka harus tetap bekerja untuk menyambung hidup, namun dengan kesadaran penuh bahwa setiap langkah mereka di kebun bisa menjadi yang terakhir.

Imbauan untuk panen berkelompok menjadi satu-satunya tameng sementara di tengah konflik berdarah yang solusinya masih terus dicari. (ANTARA)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini