SuaraLampung.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Lampung menilai penyaluran kredit di Sai Bumi Ruwa Jurai masih belum merata.
Kepala OJK Provinsi Lampung Otto Fitriandy mengatakan saat ini total jumlah kredit perbankan di Lampung pada triwulan II 2024 sebanyak Rp82,63 triliun.
"Ini mencerminkan penyaluran kredit masih belum merata dan perlu didorong peningkatan porsi penyaluran yang lebih merata untuk mewujudkan pemerataan pembangunan," ujar Otto Fitriandy, Selasa (10/9/2024).
Ia mengatakan pertumbuhan dan penyaluran kredit per wilayah kabupaten serta kota di Provinsi Lampung pada triwulan II 2024 masih terkonsentrasi pada tiga wilayah.
Baca Juga:Kinerja Ekspor Perikanan Lampung Masih Positif, Tiap Tahun Mencapai Rp 2 Triliun
Rinciannya yaitu Kota Bandar Lampung dengan pertumbuhan sebesar Rp1,74 triliun, Kota Metro Rp0,44 triliun dan Lampung Tengah berjumlah Rp0,18 triliun.
Menurut Otto, penyaluran kredit di Kota Bandar Lampung masih jadi yang tertinggi yaitu sebesar 56,63 persen dengan nominal Rp46,23 triliun, atau mengalami peningkatan dari triwulan I 2024 sebesar 56,28 persen.
Penyaluran terbesar kata dia, berasal dari bank umum sebesar Rp46,21 triliun serta bank perekonomian rakyat sebesar Rp3,61 triliun.
Sedangkan untuk daerah yang mengalami penurunan penyaluran kredit pada triwulan II 2024 adalah Kabupaten Tulang Bawang Barat sebesar 3,14 persen. Dengan jumlah total penyaluran kredit di triwulan II 2024 sebesar Rp46,96 miliar.
Mengenai kredit bermasalah atau NPL perbankan di Lampung di triwulan II 2024 mengalami peningkatan bila dibandingkan periode yang sama di 2023 yaitu sebesar 0,15 persen.
Baca Juga:Polda Lampung Selidiki Pengentitan Dana Pensiun Guru SD di Bandar Lampung
"Hal tersebut terjadi karena meningkatnya ekspansi kredit yang dilakukan perbankan dan peningkatan nominal kredit bermasalah sebesar Rp0,16 triliun," ucap dia.
Otto menjelaskan pada triwulan II ini perbankan di Lampung masih bisa mengendalikan kualitas kredit, yaitu dengan masih terjaganya rasio kredit bermasalah di angka 2,43 persen.
"Adapun tiga sektor ekonomi penyumbang kredit bermasalah terbesar adalah perdagangan besar dan eceran sebesar Rp0,71 triliun atau 35,74 persen, penerima kredit bukan lapangan usaha Rp0,43 triliun atau 21,64 persen," tambahnya.
Kemudian sektor pertanian, perburuan dan kehutanan sebesar Rp0,29 triliun atau 14,67 persen. (ANTARA)