SuaraLampung.id - Wacana pemerintah menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) sembako mendapat reaksi penolakan dari kalangan pedagang dan DPR.
Pemerintah dinilai diskriminatif dan tidak pro rakyat kecil jika memberlakukan aturan PPN Sembako. Pasalnya di saat bersamaan, pemerintah justru melonggarkan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati angkat suara terkait kekisruhan di publik soal wacana pemerintah yang ingin memajaki produk bahan pokok atau sembako.
Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, ia mengakui bahwa ada niatan pemerintah untuk memperbaiki struktur penerimaan negara dalam rancangan draft RUU Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Baca Juga:Pedagang dan Warga Tangerang Tolak Pengenaan PPN Sembako, Warga: Kasihan Rakyat Kecil
Salah satu yang diatur adalah soal perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN untuk sembako dan sekolah, tapi yang disayangkannya, dokumen draft tersebut bocor ke publik dan langsung menjadi polemik ditengah masyarakat.
"Ini memang situasinya menjadi agak kikuk karena ternyata dokumennya keluar karena memang sudah dikirimkan kepada DPR juga sehingga kami tidak dalam posisi untuk bisa menjelaskan keseluruhan arsitektur dari perpajakan kita," kata Sri Mulyani.
Yang lebih disayangkan olehnya adalah dokumen yang bocor tersebut tidak seutuhnya alias sepotong-potong.
"Yang kemudian di-blow up dan seolah-olah menjadi sesuatu yang tidak bahkan mempertimbangkan situasi hari ini," sesalnya.
Alhasil, Sri Mulyani menyatakan, ada misintrepretasi di tengah masyarakat terkait masalah ini dan jadi bahan untuk menyebarkan informasi yang salah alias hoax.
Baca Juga:Sri Mulyani dan Kepala BKF Disemprot DPR Gara-gara Pajak Sembako
"Seolah-olah PPnBM untuk mobil diberikan, sembako dipajaki itu kan teknik hoax yang bagus banget memang," katanya.
Sebelumnya dalam rapat tersebut Sri Mulyani berkali-kali kena semprot anggota Komisi XI DPR RI soal wacana pemerintah yang ingin memajaki produk kebutuhan pokok atau sembako menjadi objek pajak penghasilan atau PPN.
Di sela rapat kerja terkait Pagu Indikatif Kementerian Keuangan Tahun 2022 tersebut Kamis (10/6/2021), Sri Mulyani tak bisa mengelak dicecar habis soal wacana tersebut.
Pertama oleh Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Andreas Eddy Susetyo, dia mengatakan akibat adanya rencana PPN untuk sembako membuat dirinya ditelpon berkali-kali oleh para pedagang pasar.
"Pedagang pasar di Malang nelepon saya berkali-kali, bilang masa DPR nggak tahu, saya merasa terpojok karena kita memang betul-betul belum membahas ini," kata Andreas Eddy Susetyo, dalam rapat tersebut.
Andreas Eddy Susetyo pun menjelaskan kepada para pedagang pasar tersebut, bahwa DPR sebetulnya tidak mengetahui adanya wacana memajaki produk sembako, karena draft permohonan aturan tersebut belum sampai ke meja DPR.
"Saya katakan bahwa sampai saat ini kami belum menerima draf resmi dari pemerintah. Mereka nggak percaya 'lho terus kamu kerjanya apa?' mereka mempertanyakan," tutur Andreas Eddy Susetyo.
Tak hanya Andreas Eddy Susetyo yang mengkritisi kebijakan tersebut, politisi lain dari Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin mengatakan seharusnya pemerintah mencoba alternatif penerimaan pajak yang lain, bukan dari bahan-bahan kebutuhan pokok, apalagi kata dia saat ini pandemi Covid-19 belum juga usai.
"Mestinya ketika dampak ekonomi pandemi Covid-19 ini dirasakan oleh berbagai level masyarakat, kita mengoptimalisasi penerimaan negara bukan dari barang-barang yang menjadi kebutuhan pokok mereka," katanya.