Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Kamis, 23 November 2023 | 16:07 WIB
warga tujuh desa di Lampung Timur datangi kantor BPN Sukadana, Kamis (23/112023). [Suaralampung.id/Agus Susanto]

SuaraLampung.id - Puluhan masyarakat dari tujuh desa di Kabupaten Lampung Timur, mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sukadana, Kamis (23/1/1/2023).

Kedatangan warga ke kantor BPN Sukadana ingin mempertanyakan atas terbitnya sertifikat tanah pada lahan garapan mereka yang ada di Kecamatan Melinting, Kabupaten Lampung Timur.

Kehadiran puluhan warga didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung diterima Kepala Seksi Survei dan Pemetaan BPN Sukadana.

Suparjo, perwakilan dari puluhan warga, mengatakan, dirinya menggarap lahan tersebut secara turun temurun sejak 1970 lalu, dengan menanam palawija berupa singkong dan jagung,

Baca Juga: Jumlah Tiang Listrik Kurang, Warga Dua Desa di Labuhan Maringgai Gunakan Bambu Menopang Kabel PLN

Tiba-tiba baru baru ini ada beberapa orang yang mencoba menawarkan sertifikat di lahan garapannya. Ini pun membuat resah warga.

"Gimana tidak resah, orang datang ke rumah, ada yang nyamperin di ladang, membawa sertifikat tanah yang kami garap. Tujuannya meminta kami untuk membeli sertifikat tersebut," kata Suparjo.

Keresahan juga dirasakan istri istri mereka yang khawatir kehilangan ladang tempat sumber penghasilan utama selama ini.

"Makanya kami hari ini datangi kantor BPN agar bisa menemukan solusi lahan garapan kami yang telah diklaim oleh beberapa orang," kata Suparjo, warga Desa Sripendowo, Kecamatan Bandar Sribhawono.

Direktur LBH Bandar Lampung Sumaindra Jarwadi menjelaskan, sebanyak 300 lebih warga merasa resah atas kedatangan beberapa orang yang mengklaim atas tanah garapan mereka.

Baca Juga: Truk LPG Kecelakaan Beruntun di Lampung Timur, Pertamina Patra Niaga Bilang Begini

Meskipun penggarap tidak memiliki legalitas jelas, secara faktual mereka menggarap secara turun temurun. Anehnya kata Sumaindra, di tahun 2021 tiba tiba muncul sertifikat atas nama orang lain bukan nama penggarap.

Lalu para petani penggarap didatangi oleh seseorang yang meminta para penggarap membeli sertifikat tanah dimaksud.

"Kami ke sini (BPN) menanyakan terkait terbitnya sertifikat tanah tersebut, sementara kawan-kawan penggarap selama ini tidak merasa mengurus permohonan penerbitan sertifikat tanah garapannya," kata Sumaindra.

Sumaindra menduga terbitnya sertifikat diatas lahan seluas 400 hektare yang digarap oleh ratusan petani dari delapan desa di Lampung Timur ini adalah perbuatan mafia tanah.

"Sementara kawan kawan penggarap yang sudah turun temurun itu awalnya tanah hutan lindung register 38, makanya mereka tidak pernah mengajukan legalitas surat menyurat," kata Indra.

Namun kata dia, sampai saat ini tanah tersebut masih ditanami jagung, kelapa, singkong dan sejenisnya artinya lahan tersebut masih menjadi garapan masyarakat sejak dulu.

Temuan warga, dalam sertifikat ada beberapa batas jalan dan sungai jika mengacu pada PP24 tahun 1097.

" jika mengacu pada peraturan tersebut batas batas alam tidak bisa dimasukan dalam sertifikat ini rancu dan perlu ditelusuri persoalan tersebut," kata Sumaindra.

Kepala Seksi Survei dan Pemetaan, Ferdinand yang menerima kedatangan puluhan warga atas konflik tanah garapannya, menegaskan agar warga membuat surat pengaduan terkait peta objek tanah yang dipersoalkan.

"Setelah mereka membuat surat aduan maka kami akan laporkan kepada pimpinan (BPN) Lampung Timur untuk melakukan rapat interen lebih dulu," kata Ferdinand.

Ferdinand mengaku warga yang datang juga membawa fotokopi sertifikat tanah yang dimiliki orang yang telah mengkalim tanah tersebut, namun dia belum bisa menegaskan sertifikat tersebut palsu atau tidak masih menjadi penyelidikan lebih lanjut.

Kontributor : Agus Susanto

Load More