Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Rabu, 30 Maret 2022 | 15:48 WIB
Ilustrasi Pendeta Saifuddin Ibrahim. Saifuddin Ibrahim tetap pantau kasusnya di Mabes Polri. [Youtube/Saifuddin Ibrahim]

SuaraLampung.id - Penetapan Saifuddin Ibrahim sebagai tersangka ujaran kebencian bermuatan SARA dilakukan setelah penyidik memeriksa 13 saksi. 

Para saksi yang diperiksa dalam kasus Saifuddin Ibrahim dengan rincian sembilan saksi, dan empat saksi ahli.

Saksi ahil terdiri dari ahli bahasa, ahli agama Islam, ahli ITE dan ahli pidana.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Kepolisian Indonesia Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan mengatakan, selain saksi-saksi, penyidik juga memeriksa barang bukti berupa konten YouTube milik Ibrahim.

Baca Juga: 5 Pernyataan Pendeta Saifuddin Tersangka Kasus Penistaan Agama yang Bikin Geram

Dalam perkara ini, polisi menerima tiga laporan polisi, yakni dua laporan pada 18 Maret dan satu laporan pada 22 Maret. Bahkan tanggal itu penyidik telah menaikkan status perkara ke tahap penyidikan.

“Dan telah menetapkan saudara SI sebagai tersangka pada 28 Maret 2022,” kata dia.

Ia menekankan, penetapan tersangka terhadap Ibrahim berdasarkan KUHAP dan berdasarkan hasil penyidikan pemeriksaan ahli, serta gelar perkara yang telah ditemukan bukti permulaan yang cukup.

Selanjutnya, penyidik terus berkoordinasi dengan beberapa kementerian/lembaga terkait dan instansi lainnya terkait keberadaan Ibrahim yang diduga berada di Amerika Serikat.

“Selanjutnya penyidik juga akan memeriksa saksi dan ahli lainnya serta berkoordinasi dengan jaksa penuntut umum,” katanya.

Baca Juga: Ultimatum Pendeta Saifuddin Ibrahim Segera Menyerahkan Diri, Polri: Berani Berbuat Harus Bertanggung Jawab

Ibrahim dijerat dugaan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan SARA dan atau pencemaran nama baik dan atau penistaan agama dan atau pemberitaan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat dan atau menyiarkan berita tidak pasti dan berlebihan melalui YouTube Ibrahim sesuai pasal 45 ayat (1) juncto pasal 24 ayat (1) UU Nomor 19/2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11/2008 tentang ITE.

“Ancaman hukuman pidana paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp1 miliar,” kata Ramadhan.

Polisi juga mengimbau Ibrahim untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan mengikuti proses hukum yang terjadi di Tanah Air.

Ia diketahui aktif memantau perkembangan kasus yang menjeratnya dan masih aktif membuat konten di kanal YouTube miliknya, serta memberikan komentar terkait kasus yang menjeratnya.

“Kami sampaikan kepada saudara SI yang monitor terhadap kegiatan ini untuk dapat mematuhi aturan hukum yang berlaku. Sebagai warga negara Indonesia berani berbuat harus bisa mempertanggungjawabkan apa yang telah ia perbuat. Kami melihat bahwa SI telah monitor tentang penanganan kasus ini,” ujar Ramadhan.

Ibrahim viral setelah videonya yang tayang di media sosial diprotes banyak pihak, dan dalam tayangan yang viral itu, meminta menteri agama menghapus 300 ayat di dalam Al Qur’an yang dicetak di Indonesia.

“300 ayat (di Al Qur’an, Red.) yang menjadi pemicu hidup intoleran, pemicu hidup radikal dan membenci orang lain karena beda agama, itu di-skip, atau direvisi, atau dihapuskan dari Al Qur’an Indonesia. Ini sangat berbahaya sekali,” kata dia dalam videonya yang viral di media sosial.

Sejauh ini, video itu tidak lagi ditemukan di akun Youtube pribadi Ibrahim, tetapi rekamannya telah tersebar di berbagai media sosial, misalnya Twitter dan YouTube. Ia belum dapat dihubungi untuk diminta konfirmasi soal permintaannya kepada menteri agama yaitu menghapus ayat-ayat Al Qur'an. (ANTARA)

Load More