SuaraLampung.id - Lupakan sejenak dompet tebal berisi uang tunai. Di warung kopi, pasar tradisional, hingga pusat perbelanjaan modern di Provinsi Lampung, pemandangan orang menyorongkan ponsel untuk memindai kode hitam-putih kini menjadi hal yang lumrah.
Sebuah revolusi digital senyap tengah melanda Tanah Lada, dan angkanya berbicara lebih keras dari apa pun: 6,8 juta transaksi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) telah terjadi hingga pertengahan tahun 2025.
Fenomena ini bukan lagi sekadar tren, melainkan sebuah pergeseran fundamental dalam cara masyarakat Lampung bertransaksi.
Bank Indonesia (BI) Perwakilan Provinsi Lampung mencatat, gelombang digitalisasi ini tidak hanya merangkul konsumen urban, tetapi juga merasuki hingga ke denyut nadi ekonomi kerakyatan, yaitu para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Baca Juga:Bocah Pemanjat Tiang Bendera di Lampung Selatan Diundang DPR, Ini Janji Mereka untuk Raihan
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Lampung, Bimo Epyanto, memaparkan data impresif yang menjadi bukti sahih masifnya adopsi QRIS di daerah ini.
"Memasyarakatkan penggunaan QRIS tentu harus terus dilakukan, dan berdasarkan data terakhir untuk realisasi keseluruhan penggunaan QRIS sampai Juni 2025 itu memiliki volume atau jumlah transaksi mencapai 6,8 juta transaksi," ujar Bimo Epyanto, Rabu (20/8/2025).
Angka 6,8 juta transaksi ini bukanlah angka kosong. Di baliknya, ada jutaan cerita transaksi harian, dari membayar sebungkus keripik pisang, secangkir kopi robusta, hingga ongkos transportasi.
Basis penggunanya pun tak kalah masif. Tercatat, sebanyak 1,3 juta orang di Lampung kini telah menjadi pengguna aktif QRIS, menjadikan ponsel mereka sebagai dompet digital yang praktis dan aman.
Namun, data yang paling menggembirakan mungkin datang dari sisi pelaku usaha. Revolusi cashless ini ternyata menjadi berkah bagi ratusan ribu pengusaha lokal.
Baca Juga:Berlagak Koboi Bawa Senpi Rakitan, Pemuda Ini Dibekuk Polisi di Panjang
"Lalu 'merchant' atau pengusaha serta UMKM pengguna QRIS itu jumlahnya mencapai 600 ribu 'merchant'," kata Bimo.
Angka 600 ribu merchant ini menunjukkan bahwa QRIS berhasil menembus sekat-sekat bisnis. Dari kafe kekinian di pusat kota hingga warung kelontong di pelosok desa, para pelaku usaha kini dimudahkan dalam menerima pembayaran.
Tak ada lagi drama mencari uang kembalian, proses transaksi menjadi lebih cepat, dan yang terpenting, setiap transaksi tercatat secara digital, membuka jalan bagi UMKM untuk mendapatkan akses permodalan yang lebih baik di kemudian hari.
Melihat antusiasme ini, Bank Indonesia tidak tinggal diam. Berbagai strategi agresif disiapkan untuk terus memperluas ekosistem non-tunai ini. BI Lampung secara sadar membidik pusat-pusat keramaian sebagai arena edukasi dan promosi.
"Tahun ini banyak program yang dilaksanakan untuk meningkatkan penggunaan QRIS, sekaligus memasyarakatkan transaksi non tunai. Namun memang kami membidik melaksanakan kegiatan yang mengundang keramaian. Sehingga masyarakat merasakan pengalaman menggunakan transaksi non tunai secara langsung," ujar Bimo.
Kolaborasi dengan pemerintah daerah di tingkat kabupaten dan kota juga menjadi kunci. BI menyadari bahwa setiap daerah memiliki karakteristik unik, sehingga pendekatan yang dilakukan pun disesuaikan. Tujuannya jelas, tidak hanya untuk kemudahan, tetapi juga untuk keamanan.