SuaraLampung.id - Pembudidaya ikan patin berangsur meninggalkan pakan pabrikan serta memilih membuat pakan sendiri. Hal itu dilakukan oleh sejumlah pembudidaya ikan patin guna mendapatkan keuntungan lebih besar.
Sementara bahan baku pakan yang dibuat yakni ikan yang sudah busuk dan bekatul padi. Seperti yang dilakoni Sabar pria 60 tahun warga Desa Karanganyar, Kecamatan Labuhan Maringgai, Lampung Timur mengaku bisa mendapat keuntungan 40 persen dari hasil budidaya ikan patin.
Namun kata dia, selama perawatan pakan yang diberikan bukan pakan pabrikan melainkan membuat pakan sendiri, jika menggunakan pakan pabrikan seutuhnya selama 4 bulan bulan mendapat untung justru merugi.
"Hari Ini saya manen sebanyak 2 ton patin dengan harga 18 ribu per kg, saya kalkulasi untuk yang saya dapat 40 persen dari jumlah modal selama perawatan"kata dia. Sabtu (27/4/2024).
Baca Juga:Rincian Besaran Honor PPK, PPS dan KPPS di Pilkada Bandar Lampung 2024
Sementara bahan baku yang dijadikan sebagai pakan patin yakni, ikan busuk yang dibeli dari nelayan pesisir Labuhan Maringgai dan bekatul. Lalu dua bahan tersebut digiling dengan mesin penggilingan khusus.
Sabar mengaku membeli ikan busuk seharga 4.300 per kg dan bekatul 4.500 per kg, sehingga dikalkulasi dengan modal 8.800 sudah mendapat pakan sebanyak 2 kg. Namun jika membeli pakan pabrikan harganya terlalu tinggi 30 kg seharga 390.000.
"Makanya banyak pelaku pembudidaya ikan patin dengan menggunakan pakan pabrikan murni selama perawatan hingga panen tidak untung malah rugi. Kalau pakai pakan buatan sendiri masih dapat keuntungan 40 persen dari modal yang dikeluarkan"kata Sabar.
Seperti yang di akui seorang pembudidaya ikan patin yang pernah merugi hingga puluhan juta, bernama Pratikno warga Desa Braja Luhur, Kecamatan Braja Selebah, Lampung Timur.
Dia mengaku pertama kali melakukan usaha budidaya ikan patin bukan dapat untung namun justru rugi, hasil dari kalkulasinya dalam 1 kg ikan patin Pratikno merugi 2.000, sehingga Pratikno berhenti untuk tidak melanjutkan usaha budidaya ikan patin.
Baca Juga:Korupsi Dana KUR, Mantan Pegawai Bank BUMN di Lampung Jadi Tersangka
"Setelah saya telusuri ternyata mereka yang berhasil dengan usaha budidaya ikan patin, pakan yang digunakan pakan produksi sendiri bukan pakan pabrikan"jelas Pratikno.
Dengan demikian, maraknya pembudidaya ikan patin seperti menjadi roda penggerak perekonomian di wilayah pesisir Lampung Timur, sebab yang sebelumnya ikan busuk sulit untuk dijual saat ini justru banyak diburu konsumen.
Hal itu di akui oleh Kepala Desa Margasari Wahyu dimana Desa Margasari merupakan desa pesisir hampir semua warganya melakoni usaha yang berhubungan dengan hasil laut, seperti usaha jual beli ikan busuk.
Menurut Wahyu, di desanya yang melakoni usaha jual beli ikan busuk dalam jumlah skala besar terdapat 7 pengusaha, setiap hari ikan busuk yang keluar dari Desa Margasari tidak kurang dari 10 ton.
"Mayoritas ikan busuk dibeli untuk bahan pakan ikan tawar yang di budidayakan di kolam atau tambak, paling banyak pembeli ikan busuk pembudidaya ikan dari wilayah Kabupaten Lampung Tengah"kata Wahyu.
Harganya pun cukup menggiurkan dari harga 4.300 per kg sampai tembus 6.000 per kg. Untuk harga rendah jika kadar air diatas 12 persen begitu sebaliknya jika kadar air rendah harga akan semakin mahal.
Dulu sebelum marak pembuatan pakan ikan dari bahan baku ikan busuk, nelayan sulit menjual ikan ikan busuk tersebut. Bahkan kata dia ikan busuk yang diolahnya bisa tembus pasar internasional yakni bisa dikirim sampai Thailand.
"Iki saya juga baru dapat kontrak perdana ikan busuk yang sudah kami olah dibeli dan di kirim ke Thailand, permintaan perdana berjumlah 30 ton. Saya tidak untuk apa, tapi pembeli meminta kadar air dibawah 12 persen"Kata Wahyu.
Kontributor : Agus Susanto