Setoran Proyek di TNI AU Sudah Lazim, Namanya Dana Komando

alokasi dana komando (dako) sebesar 4 persen sudah jadi hal yang rutin.

Wakos Reza Gautama
Selasa, 01 November 2022 | 09:15 WIB
Setoran Proyek di TNI AU Sudah Lazim, Namanya Dana Komando
Tiga orang prajurit aktif Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) yaitu Sigit Suwastino, Vicky Juliaris P Simatupang dan Muhammad Adi Rahman menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh yang didakwa melakukan korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW) 101 di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (31/10/2022). [ANTARA/Desca Lidya Natalia]

SuaraLampung.id - Bintara Urusan Bayar Markas Besar TNI Angkatan Udara (AU) Sigit Suwastono menyebut alokasi dana komando (dako) sebesar 4 persen sudah jadi hal yang rutin.

"Dalam (pengadaan heli) AW 101 tidak ada kekhususan 4 persen, jadi semuanya sudah rutinitas," kata Sigit Suwanstono yang menjadi saksi dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (31/10/2022).

Sigit Suwastono adalah tentara aktif yang bertugas sebagai pemegang kas di Mabes TNI Angkatan.

Sigit menjadi saksi untuk Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh yang didakwa melakukan korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW) 101 di TNI AU angkatan 2016 yang merugikan keuangan negara senilai Rp738,9 miliar.

Baca Juga:Mengenal De Havilland Vampire, Pesawat Jet Tempur Pertama TNI-AU

Dalam dakwaan Irfan disebutkan ada dana komando (DK/dako) ditujukan untuk Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU) periode 2015-2017 Agus Supriatna senilai Rp17,733 miliar dari Irfan Kurnia.

Jumlah tersebut adalah 4 persen dari pembayaran tahap 1 untuk PT Diratama Jaya Mandiri yaitu senilai Rp436,689 miliar dari total seluruh pembayaran Rp738,9 miliar.

"Jumlah empat persen itu dari nilai ditagihkan ke kami," ungkap Sigit.

Menurut Sigit pada September 2016 ia membayarkan termin 1 untuk PT Diratama senilai Rp436,689 miliar menggunakan cek yang diterima langsung oleh pegawai PT Diratama Angga Munggaran di Bank BNI cabang Cilangkap.

"Lalu saya ingatkan soal empat persen agar disiapkan. Kami lalu koordinasi dengan pihak BNI, kapan Rp17 miliar nya bisa siap, ternyata baru bisa siap pada hari yang kedua," tambah Sigit.

Baca Juga:Hasil Livoli Divisi Utama: Tim Putri Kharisma Premium Tampil di Final, Bakal Hadapi TNI AU

Setelah mendapatkan uang Rp17,733 miliar tersebut, uang itu lalu dibawa ke Mabes TNI AU untuk disimpan.

"Kami simpan dalam tempat penyimpanan, jadi bercampur dengan uang lain, tapi ternyata tidak muat disimpan di brankas, jadi akhirnya disimpan di Bank BRI masih di kawasan Mabes," tambah Sigit.

Uang tersebut lalu dipecah menjadi beberapa rekening.

"Dalam BAP saudara mengatakan dana Rp17,733 miliar dipecah dimaksudkan ke rekening BRI PT Vibra sebesar Rp5 miliar, PT VSAT sebesar Rp5 miliar dan Rp7,733 miliar dimasukkan ke rekening Bank Mandiri atas nama PT Citra Trans Nasaka? Ini bagaimana?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Arief Suhermanto.

"Karena uang nya banyak jadi tidak muat untuk disimpan di BRI, jadi kalau ditanya apakah uang Rp17 miliar itu bagian dari dako AW, saya tidak tahu karena setelah dapat kami ambil dari BNI, kami bawa ke kantor nyampur dengan yang lain karena tidak muat dalam penyimpanan akhirnya supaya tersimpan kami simpan di BRI," ungkap Sigit.

Namun, uang Rp17,73 miliar itu kemudian diminta untuk dikembalikan ke kas Mabes TNI AU berdasarkan pertemuan antara Irfan Kurnia, Kepala Pemegang Kas (PEKAS) Mabes TNI AU Wisnu Wicaksono, pegawai PT Diratama Angga Munggaran dan Kaur Yar Pekas Mabes TNI AU Joko Sulistiyanto pada 14 Mei 2017 di Sentul Selatan.

"Dalam BAP saudara mengatakan 'Pada 15 Mei 2017 saya menghubungi Angga Munggaran dan bertanya apa punya kop atas nama PT Diratama Jaya Mandiri lalu pada hari yang sama Angga memberikan tiga lembar kop, yang memberikan perintah adalah saudara Wisnu. Pada 16 Mei 2017 saya dan Wisnu mencairkan deposito sebesar Rp8 miliar yang diambil dalam 1 koper dan 1 plastik. Kemudian saya bertemu dengan saudara Harry (Azra Muharman) pegawai Irfan Kurnia di Bank BRI dan uang dibawa dengan innova putih. Saya lalu bertemu Wisnu Wicaksono dan memerintahkan Rizki untuk membuat surat pernyataan bahwa telah diterima pinjaman uang uang tunai Rp8 miliar dan 800 ribu dolar AS dan bersedia mengembalikan dana tersebut paling lambat 2017. Ini kenapa dananya harus dikembalikan Rp8 miliar?" ungkap JPU KPK Ariawan Agustiantono.

"Kami tidak tahu karena kami dari awal sudah menangani dako, untuk urusan AW-nya saya tidak tahu," jawab Sigit.

JPU KPK mendakwakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ANTARA)

Tidak Ada Dalam Nomenklatur

Bintara Urusan Bayar Markas Besar TNI Angkatan Udara Sigit Suwastono mengakui sudah terbiasa mengurus dana komando, meskipun hal tersebut tidak ada dalam nomenklatur.

"Dako (dana komando) tidak ada di nomenklatur, tapi kami dari 2013 sudah menangani itu, dari dulu-dulu sudah 4 persen," kata Sigit Suwanstono yang menjadi saksi pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (31/10/2022).

"Tapi, dako itu sebenarnya apa, saya juga tidak mengerti. Dako bersumber dari tagihan yang mengajukan kontrak atau tagihan yang lain," tambah Sigit.

Sigit mengaku bahwa dirinya tidak ditugaskan atasan secara khusus untuk meminta dana komando sebesar 4 persen ke vendor, tetapi hal tersebut sudah lumrah terjadi.

"Dana komando di nomenklatur tidak tercatat, tapi kok diurusi? Apakah ada catatan administrasi dana keluar masuk atau sumber-sumber dananya? Kalau dana komando tidak ada di nomenklatur lalu pencatatan 4 persen dalam bentuk apa?" tanya Ketua Majelis Hakim Djumyanto.

"Secara aturan memang tidak ada karena itu rutinitas dari dulu-dulu," jawab Sigit.

"Tercatat penggunaannya untuk apa?" tanya Hakim Djumyanto.

"Penggunaannya untuk apa tidak tahu, Kaur Yar Pekas yang lebih tahu," jawab Sigit.

"Tugas saudara apa? Masa tahu masuk tidak tahu keluarnya? Bingung jawabnya? Makanya jujur saja, bisa dijawab jujur?" tanya Hakim Djumyanto lagi.

"Kami dari awal tugasnya mencairkan dan membayarkan, untuk penggunaan spesifik saya tidak tahu," jawab Sigit.

Dari jumlah dana komando untuk Kasau Agus Supriatna senilai Rp17,733 miliar tersebut, Sigit menjelaskan dalam BAP bahwa uang itu lalu dimasukkan ke dalam beberapa deposito, yaitu ke rekening BRI atas nama PT Vibra sebesar Rp5 miliar, PT VSAT sebesar Rp5 miliar dan Rp7,733 miliar ke rekening Bank Mandiri atas nama PT Citra Trans Nasaka.

Namun, pada 16 Mei 2017, Sigit mencairkan deposito sebesar Rp8 miliar dengan terlebih dulu mempersiapkan kop surat PT Diratama Jaya Mandiri untuk membuat surat pernyataan pinjaman uang Rp8 miliar dan 800 ribu dolar AS.

"Setahu saudara ada peristiwa apa tiba-tiba sudah diberikan seperti biasa tiap ada proyek masuk dan dana komando, tapi kenapa sudah biasa harus dikembalikan?" tanya Ketua Majelis Hakim Djumyanto.

"Karena kejadian AW, yang kami dengar pengadaannya tidak sesuai dengan prosedur," jawab Sigit.

"Ada tidak uang yang dikembalikan?" tanya hakim.

"Saya diperintahkan untuk ambil Rp8 miliar untuk diserahkan ke PT Diratama. Saya dengan orang BRI kasih tunai di bank BRI, tapi tanda terimanya baru proses bikin," jawab Sigit.

"Apakah Kasau Agus Supriatna tahu soal 4 persen itu?" tanya hakim.

"Saya tidak tahu apakah tahu atau tidak, untuk pengaturan ke Kasau bukan bagian saya," jawab Sigit.

JPU KPK mendakwakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini