SuaraLampung.id - Perseteruan TNI AD dengan anggota DPR RI Effendi Simbolon sempat memanas kala beredarnya video protes sejumlah prajurit di media sosial.
Dalam video yang beredar, para prajurit TNI AD itu menyatakan protes atas ucapan Effendi Simbolon yang menyebut TNI sebagai gerombolan dan ormas.
Mereka mendesak Effendi Simbolon minta maaf atas pernyataannya yang telah melukai hati para prajurit TNI khususnya Angkatan Darat.
Effendi Simbolon akhirnya meminta maaf secara terbuka terhadap TNI khususnya AD atas perkataannya saat rapat kerja bersama Kementerian Pertahanan dan TNI itu.
Belakangan diketahui gerakan para prajurit TNI AD ini atas perintah dari pimpinan tertinggi KSAD Jenderal Dudung Abdurachman.
Insiden ini mengingatkan Pengamat Militer Connie Rahakundini Bakrie pada peristiwa yang terjadi di tahun 1952. Ia pun mewanti-wanti jangan sampai peristiwa kelam itu terjadi lagi di era saat ini.
Hal serupa disampaikan Dandim Semarang Letkol Honi Havana saat menanggapi pernyataan Effendi Simbolon.
"Harapannya peristiwa kemarin jadi pelajaran bagi kita semua. Dulu di tahun 52, peristiwa 17 Oktober 1952, TNI AD terpaksa melakukan aksi mengepung Istana karena apa? karena legislatif berusaha mencampuri urusan teknis dan internal Angkatan Darat," ujar Honi.
Sebenarnya apakah yang terjadi pada 17 Oktober 1952 itu?
Baca Juga:ISESS: Perlu Peran Pimpinan TNI Meredam Reaksi Prajurit Terhadap Effendi Simbolon
Berawal dari Konflik Internal TNI
Pada 2 November 1949, Indonesia menandatangani Konferensi Meja Bundar (KMB). KMB digelar sebagai upaya penyerahan kedaulatan dari tangan Belanda ke pemerintah Indonesia yang berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).
Salah satu poin dalam KMB adalah kerjasama antara Indonesia dengan pemerintah Belanda.
Ini melahirkan program yang bernama Misi Militer Belanda di lingkungan TNI khususnya Angkatan Darat.
Misi Militer Belanda bertujuan profesionalisasi dan modernisasi TNI.
Caranya dengan mendatangkan mantan tentara KNIL kebangsaan Indo Belanda sebagai pelatih di Lembaga Pendidikan Angkatan Darat.
Kebijakan KSAD Kolonel AH Nasution ini mendapat tentangan dari Kolonel Bambang Supeno, Inspektur Infanteri TNI AD.