Marak Proyek Pemerintah di Lampung Dihentikan Paksa Warga, Ini Kata Kontraktor

Beberapa orang menghentikan pengerjaan proyek pemerintah di Lampung dengan alasan belum ada izin

Wakos Reza Gautama
Rabu, 01 Desember 2021 | 11:11 WIB
Marak Proyek Pemerintah di Lampung Dihentikan Paksa Warga, Ini Kata Kontraktor
ILustrasi pengerjaan proyek. Marak penghentian pengerjaan proyek pemerintah oleh masyarakat di Lampung. [Antara/Septianda Perdana]

SuaraLampung.id - Beberapa pekan terakhir marak peristiwa penghentian pengerjaan proyek pemerintah oleh segelintir orang yang diduga preman di Provinsi Lampung

Beberapa orang menghentikan pengerjaan proyek pemerintah di Lampung dengan alasan belum ada izin dari pamong setempat atau pengerjaan proyek dinilai buruk. 

Di Lampung Selatan sempat viral sebuah video pendek seorang yang mengaku tokoh pemuda setempat meminta pekerja berhenti, karena belum ada izin dari aparat setempat.  

"Pokoknya jangan kerja dulu, sebelum orang perusahaan ketemu dan ngobrol dengan saya. Kalau memang sudah izin dengan lurah, tolong tunjukkan. Sebelum ketemu saya, jangan kerja dulu, karena ini memang kampung saya," kata pemuda tersebut. 

Baca Juga:Solidaritas untuk Nurhadi, Jurnalis Lampung Tutupi Wajah Pakai Kantong Plastik Hitam

Di Lampung Utara, proyek pembangunan ruas jalan penghubung Simpang SD Muara Sungkai, Lampung Utara ke Waykanan belum berjalan. Menurut Firman, rekanan proyek tersebut menjelaskan dia  mencari tenaga baru karena sekitar 10 pekerja lama berhenti karena ketakutan. Mereka takut karena pengancaman yang dilakukan preman. 

Masih di Lampung Utara, sejumlah warga Desa Bandar Putih, Kecamatan Kotabumi Selatan lakukan aksi protes, dengan memberikan 3×24 agar perkerjaan drainase berada di Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) desa setempat dibongkar serta diperbaiki kembali. Pasalnya Kualitas pelaksanaan pembangunan proyek pusat itu dinilai buruk. 

Kedatangan mereka ke lokasi pembangunan mempertanyakan tentang mekanisme pelaksanaan pekerjaan sudah sesuai dengan juklak/juknis atau tidak. Selain itu, tidak ada papan informasi, dan perlengkapan pekerja. Sehingga mereka beranggapan bahwa pembangunan itu adalah proyek siluman yang tak bertuan. 

Terkait hal tersebut, mantan Ketua Lembaga Jasa Konstruksi Daerah (LPJKD) Provinsi Lampung, H. Faishol Djausal, mengatakan masyarakat tak berhak menghentikan proyek dengan dalih apa pun.

Menurut Faishol yang berhak menghentikan proyek itu hanya dua yakni pejabat pembuat komitmen (PPK) dan aparat penyidik dalam rangka penyidikan jika ditemukan unsur kerugian negara. 

Baca Juga:UMK Bandar Lampung 2022 Selesai Dibahas, Ini Besarannya

"Proyek itu tak perlu izin masyarakat dan LSM, karena seluruh proyek itu sudah disetujui DPRD sebagai wakil masyarakat. Juga tak perlu izin dari kepala desa dan camat, tapi kepala desa dan camat cukup memberikan pemberitahuan. Jadi, bukan izin tapi pemberitahuan," kata Faishol Djausal kepada Lampungpro.co--jaringan Suara.com, Selasa (30/11/2021)  

Terkait dalih proyek tak sesuai spek proyek yang sering jadi dalih LSM melaporkan proyek berjalan, menurut Faishol juga salah kaprah. Pasalnya, yang tahu spek itu adalah PPK. Menurut dia, terkadang alasannya dicari-cari hanya untuk meminta bagian dari proyek itu.  

"Kebanyakan motifnya ingin minta bagian. Lalu dicari-cari salahnya. Proyek belum selesai dilaporkan tak sesuai spek. Bagaimana mereka tahu spek yang benar kalau tak pegang dokumennya. Ini kan cuma dalih agar ada bahan melaporkan ke aparat," kata Faishol yang juga Ketua Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Provinsi Lampung itu. 

Mengenai proyek berjalan yang banyak dilaporkan ke aparat, dia mengingatkan ada Surat Edaran Kapolri dan Kejaksaan Agung agar jajarannya tak memeras proyek-proyek di daerah. Bahkan di Kejaksaan ada Tim Pengawal, Pengaman Pemerintah dan Pembangunan (TP4) baik tingkat pusat maupun daerah. 

Demikian halnya, anggota kepolisian termasuk Kapolres agar tak meminta 'jatah proyek' pada kepala daerah. Hal itu tertuang dalam surat edaran bernomor R/2029/XI/2019 yang diterbitkan pada 15 November 2019. 

"Soal ganti rugi yang belum beres, itu kan urusan pemerintah. Tapi di lapangan tak boleh diganggu dengan alasan apa pun. Ada yang meminta pekerja setempat diberdayakan, kalau sebatas buruh kasar masih bisa diakomodasi, tapi bukan tenaga teknis. Pekerjaan itu ditentukan oleh spek dan sangat berisiko terhadap kualitas, jika dikerjakan oleh yang bukan ahlinya," kata Faishol. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini