SuaraLampung.id - Wacana hukuman mati bagi koruptor mendapat dukungan dari Ketua KPK Firli Bahuri. Firli Bahuri setuju koruptor dihukum mati asal sesuai peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan UU Nomor 31/1999, ada 30 jenis bentuk dan jenis tindak pidana korupsi. Namun kata Firli, hanya satu jenis tindak pidana korupsi yang bisa diancam hukuman mati.
Ia mengatakan, satu tindak pidana yang bisa diancam hukuman mati ialah yang diatur sebagaimana Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 yang unsur-unsurnya antara lain barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan ataupun menguntungkan orang lain yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
"Pasal 2 ayat (2), baru diatur tentang ancaman hukuman mati. Siapa yang melakukan korupsi dalam suasana bencana alam dan keadaan tertentu diancam hukuman mati," katanya dikutip dari ANTARA.
Baca Juga:Pemeriksaan sedang Berjalan, Panitia Formula E Ingin Gandeng KPK Cegah Korupsi
Ia mengatakan, mandat dan perintah dari Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 31/1999 tentang Tipikor tersebut harus memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (1). Kata dia, secara legalitas, tidak semua pelaku pidana korupsi bisa dihukum mati.
"Jadi tidak semua tindak pidana korupsi secara legalitas, secara hukum, bisa diancam dengan hukuman mati. Hanya tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (2)," ucap dia.
Firli mengatakan seluruh tindak pidana korupsi yang dilakukan dalam keadaan bencana dan keadaan tertentu maka semua disebut gratifikasi, komitmen fee, pengadaan barang dan jasa, perbuatan curang, perbuatan konflik kepentingan dan tindak pidana lainnya termasuk 29 jenis tindak pidana korupsi.
"29 jenis tindak pidana itu masuk semua, bisa diancam dengan hukuman mati. Tapi sampai hari ini, inilah karya anak bangsa yang direpresentasi anggota dewan kini. Jadi kalau seandainya pasal ini belum diubah, tidak bisa menuntut seorang tindak pidana pelaku korupsi untuk hukuman mati, kecuali Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (2) UU 31/1999 (dikeluarkan dan dibuat pasal tersendiri), itu persoalannya," kata komisaris jenderal polisi ini.
Ia menjelaskan persoalan undang-undang secara legitimate rigid bahwa ancaman hukuman mati hanya ditemukan di dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (2).
Baca Juga:Kejati Jabar Amankan Barang Ini Usai Geledah Kantor PG Rajawali II Cirebon
Untuk itu, kata dia, seseorang yang korupsi Pasal 2 ayat (1) dalam keadaan Pasal 2 ayat (2) itulah yang hanya bisa diancam dengan hukuman mati.
"Jadi kalau sekarang ramai orang mengutuk seluruh pelaku korupsi diancam hukuman mati, saya setuju. Tapi persoalannya, undang-undang kan tidak demikian," ucapnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung, Burhanuddin, menyatakan penerapan hukuman mati bagi koruptor perlu dikaji lebih dalam untuk memberikan efek jera.
Beragam upaya penegakan hukum telah dilakukan misalnya menjatuhkan tuntutan yang berat sesuai tingkat kejahatan, mengubah pola pendekatan dari follow the suspect menjadi follow the money dan follow the asset serta memiskinkan koruptor. (ANTARA)