SuaraLampung.id - Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah diplonco atasannya saat masih aktif di dunia militer.
SBY diplonco saat akan menjabat sebagai Komandan Batalyon Infanteri 744.
Kisah SBY diplonco atasannya ini diceritakan dalam buku berjudul "SBY Sang Demokrat" karya Usamah Hisyam dkk yang terbit tahun 2004.
SBY yang mendapat penugasan sebagai Danyonif 744 terbang ke Dili, Timor Timur (sekarang bernama Timor Leste).
Baca Juga:Karena Kulitnya Bersih, Kemampuan SBY Pimpin Pasukan Diragukan Jenderal
Baru mendarat di Komoro, Komandan Korem Wiradharma Kolonel Infanteri Muhammad Yunus Yosfiah memerintahkan SBY memakai helm dan menyandang tas ransel seberat 25 kilogram.
SBY disuruh berlari dari Bandara Komoro ke markas kompi-kompi batalyon yang akan ia pimpin.
SBY berlari dari sore hingga malam hari. Total jarak yang ia tempuh sekitar 15 kilometer.
Ketika itu berat badan SBY mencapai 75 kilogram. Namun fisik SBY masih terlihat kuat.
Setelah menjalani plonco itu ada hal yang mengganjal di hati SBY.
Baca Juga:Jago di Dapur, Aksi SBY Masak Kupat Tahu Khas Pacitan Jadi Sorotan
Di dalam hatinya SBY mempertanyakan cara para atasannya memperlakukan seorang komandan batalyon.
SBY merasa tidak pas dengan cara perploncoan seperti itu. Ia bertekad jika menjadi pimpinan di TNI, akan mengubah tradisi perploncoan tersebut.
Yang ditakutkan SBY, ketika plonco terjadi, kita tidak tahu kondisi fisik sang perwira yang diplonco.
Jika kondisi fisik perwira tersebut sedang buruk, ditakutkan akan jatuh pingsan saat menjalani plonco.
Apabila seorang komandan sampai pingsan maka wibawanya akan jatuh di mata anak buah.
Akhirnya setelah menjalani serangkaian plonco tadi, SBY menjabat Komandan Batalyon Infanteri 744.
Batalyon itu berisi sepenuhnya putra asli Timor Timur. SBY menjadi komandan Batalyon Infanteri 744 selama 2,5 tahun.
Setelah menjadi Komandan Batalyon 744, SBY ditarik menjadi perwira pembantu muda operasi di Kodam Udayana.