Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Selasa, 26 Juli 2022 | 10:39 WIB
anak difabel di Lampung Timur hidup tanpa orang tua. [Suaralampung.id/Agus Susanto]

"Ibu sudah lama meninggal, kalau bapak ditangkap polisi sudah lama. Saya tinggal sama adik dan dua kakak laki laki di rumah ini," kata Apriliyani terbata bata.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Suwandi menjadi tulang punggung. Sebagai difabel, Suwandi menjual jasa sebagai tukang urut dengan upah seikhlasnya.

Sementara kakak pertama bernama Susilo yang juga difabel justru tidak memiliki naluri pekerjaan yang bisa menghasilkan uang.

"Yang sering dapat uang mas Wandi kalau mas Susilo kerjaannya cuma main aja," ucap Apriliyani.

Baca Juga: Anak Tantrum Jangan Diabaikan Moms, Simak Risikonya Menurut Psikolog Kondang Ini

Rumiatun mengatakan, kondisi sosial empat saudara kandung tersebut ini benar benar miris.

Hidup dalam kondisi keterbelakangan mental ditambah tanpa didampingi orang tua, empat anak ini harus putus sekolah dasar (SD). 

Prihatin melihat kondisi empat anak itu, Rumiatun memberikan perhatian, memberikan kasih sayang kepada mereka.

"Saya bergerak secara sukarela, tidak berharap apapun karena saya hanya merasa prihatin ketika melihat kondisi Apriliyani dan Kinarti," kata Rumiatun.

"Awal mula saya tau kondisi anak anak ini 2019 akhir ketika saya mengadakan kegiatan di yayasan rumah kreatif bersama kawan kawan, dan ada yang cerita tentang Apriliyani dan Kinarti".Kata Rumiatun.

Baca Juga: Orang Tua Jadi Kunci Penting Penanganan Stunting dalam Tingkat Keluarga

Perempuan 39 tahun itu juga sudah melakukan koordinasi dengan pamong setempat seperti Ketua RT, Kepala Dusun dan Kepala Desa Braja Sakti agar memberikan perhatian secara sosial.

"Kasian mereka hidup tanpa dampingan kedua orang tua, untuk makan sehari hari sering diberi oleh warga sekitar, karena kalau hanya mengandalkan Suwandi kakaknya sebagai tukang urut tentu jauh dari cukup," kata Rumiatun.

Kontributor : Agus Susanto

Load More