Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Selasa, 12 Juli 2022 | 06:05 WIB
Mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin mengacungkan kedua ibu jarinya saat akan menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Senin (11/7/2022). Polri meningkatkan kasus penyelewengan dana sosial ahli waris korban kecelakaan Pesawat Lion Air JT-610 ke penyidikan. [ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra]

SuaraLampung.id - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri meningkatkan status kasus dugaan penyalahgunaan dana oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) ke tahap penyidikan.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, peningkatan status perkara ini dilakukan setelah penyidikan melakukan gelar perkara.

Adapun, gelar perkara dilakukan setelah penyidik memeriksa sejumlah saksi dan menemukan dua bukti permulaan yang cukup.

Penyidik memeriksa empat saksi, yakni pendiri ACT Ahyudin, Presiden ACT Ibnu Khajar, manajer operasional serta bagian keuangan ACT.

Baca Juga: Tiga Fakta Temuan PPATK Terkait Dugaan Penyelewengan Dana ACT, dari Bisnis Hingga Mengalir ke Al Qaeda

Pemeriksaan ini terkait dugaan penyelewengan dana sosial ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang terjadi 2018 lalu.

Dalam kasus ini penyidik mengendus dugaan penyelewengan dana sosial itu dilakukan oleh pengurus ACT yakni mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar.

Keduanya diduga menyalahgunakan sebagian dana sosial itu untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi.

Selain memeriksa saksi-saksi, menurut Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizh, penyidik juga melakukan audit keuangan terhadap dua sumber pendanaan yang dikelola oleh ACT dan akuntan publik.

Dana yang diaudit tersebut, kata dia, pertama pengelolaan dana sosial kepada 68 ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 senilai Rp2 miliar lebih untuk setiap korban dan dengan total Rp138 miliar.

Baca Juga: Diperiksa Polisi, Eks Presiden ACT Acungkan Jempol

Terkait dana ini, kata Nurul, pihak ACT tidak memberitahukan realisasi jumlah dana sosial yang diterimanya dari pihak Boeing ke ahli waris korban termasuk nilai serta progres pekerjaan yang dikelola oleh Yayasan ACT.

Diduga pihak yayasan ACT tidak merealisasikan seluruh dana sosial yang diperoleh dari pihak Boeing, melainkan sebagian dana sosial tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staf pada Yayasan ACT.

"Juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan atau kepentingan pribadi ketua pengurus atau presiden saudara A dan wakil ketua pengurus atau vice president saudara IK," kata Nurul.

Audit berikutnya untuk dana donasi yang diterima ACT dari berbagai pihak dengan jumlah Rp60 miliar setiap bulannya.

Dana donasi dari masyarakat itu di antaranya bersumber dari donasi masyarakat umum, donasi kemitraan, perusahaan nasional dan internasional, donasi institusi atau kelembagaan non korporasi dalam negeri maupun internasional, donasi dari komunitas, dan donasi dari anggota lembaga.

Pada saat pengelolaannya donasi-donasi tersebut terkumpul sebanyak sekitar Rp600 miliar setiap bulannya dan langsung dipangkas atau dipotong oleh pihak ACT sebesar 10 persen sampai dengan 20 persen atau Rp6 miliar sampai dengan Rp60 miliar untuk keperluan pembayaran gaji pengurus dan seluruh karyawan.

"Sedangkan pembina dan pengawas juga mendapatkan dana operasional yang bersumber dari potongan donasi tersebut," kata Nurul. (ANTARA)

Load More