Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Sabtu, 16 April 2022 | 17:15 WIB
ILustrasi petugas melakukan pemantauan hilal awal Ramadhan 1443 Hijriah. Pakar Prof Tono mengkritik penggunaan metode Imkanur Rukyat lokal yang dipakai Kementerian Agama dalam menentukan hilal 1 Ramadhan. [Suara.com/Alfian Winanto]

“Kalender Islam yang benar harus mampu mempersatukan awal bulan Islam menjadi satu hari, satu tanggal di seluruh dunia. Tidak bisa kemudian ada tiga atau dua zona, itu bukan kalender Islam. Inilah yang ditetapkan oleh pakar ilmu falak di dunia dalam bentuk the unified global Islamic center,” ucap dia.

Tono menyarankan pemerintah lebih baik menggunakan kalender Islam global pemersatu yang memiliki kriteria IR global 5,8 atau ketinggian hilal 5 derajat, elongasi 8 derajat.

Sebab, kalender Islam global memiliki filosofis semua wilayah bumi, akan memperoleh hilal meskipun tidak harus terlihat saat Magrib pada perpindahan bulan qomariah di wilayah lokal.

“Jika kriteria ini terpenuhi di seluruh titik manapun di dunia, maka awal bulan qomariah telah masuk. Jadi tidak harus di Indonesia, umumnya diambil di bagian barat dan utara seperti benua Amerika,” kata Tono yang juga ahli dalam bidang citra satelit (remote sensing) itu.

Baca Juga: Tradisi Maniliak Bulan Jamaah Tarekat Syattariyah di Sumbar

Dalam kesempatan itu, Tono juga mengatakan sikap MABIMS mencerminkan sikap yang egois, rakus dan tidak mau tahu pada prinsip berkeadilan yang sedang diperjuangkan oleh ulama Muslim di seluruh dunia. (ANTARA)

Load More