SuaraLampung.id - Program vaksinasi booster yang digalakkan pemerintah saat ini mengundang kritikan tajam dari Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Vaksin Komisi IX DPR.
Pasalnya pemerintah menggunakan vaksin tidak halal dalam program vaksinasi booster. Diketahui vaksinasi booster menggunakan vaksin pfizer, Astrazeneca dan moderna.
Tiga merek vaksin ini belum mendapat izin penggunaan darurat dan belum mengantongi fatwa halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Padahal, kata anggota Panja Pengawasan Vaksin Komisi IX DPR Anas Thahir, sudah ada vaksin yang mengantongi fatwa halal dari MUI yaitu vaksin Zifivax.
Anas pun mempertanyakan mengapa Pemerintah tidak menggunakan vaksin Zifivax untuk dosis penguat (booster) COVID-19.
"Bagi saya vaksin halal itu harga mati. Ada Vaksin Zifivax yang sudah diuji para peneliti dan halal, tetapi justru tidak dimasukkan oleh Pemerintah untuk program booster," kata Anas dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IX bersama Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (31/3/2022).
Anas mengatakan Vaksin Zifivax sudah diuji oleh para peneliti dan mendapat izin penggunaan darurat; bahkan, sudah mendapatkan fatwa halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dia juga mempertanyakan jumlah kontrak pengadaan vaksin COVID-19 di Indonesia dan hingga kapan kontrak itu berakhir.
"Dengan kontrak pengadaan vaksin tersebut, bagaimana dengan pengembangan vaksin dalam negeri? Apakah yakin proses pengembangan vaksin bisa selesai tahun ini?" tanya dia.
Jika Indonesia terus mengimpor vaksin COVID-19, maka itu akan menghambat pengembangan vaksin COVID-19 buatan dalam negeri, baik oleh BUMN maupun pihak swasta, kata anggota Panja Vaksin dari Fraksi PPP itu.
Dia mengatakan Vaksin Zifivax akan membangun pabrik di Indonesia, sehingga dia pun mempertanyakan dukungan Pemerintah terkait pengembangan pabrik vaksin yang diproduksi Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical asal Cina.
Sementara itu, anggota Panja Vaksin dari Fraksi PAN Saleh Daulay mengatakan untuk mendapatkan vaksin halal adalah hak warga negara Indonesia. Negara wajib melindungi hak tersebut karena sesuai undang-undang (UU) yang berlaku.
"Untuk itu Pemerintah wajib memastikan ketersediaan tersebut. Jika belum ada, maka Pemerintah harus mengupayakan hal tersebut, jangan sampai rakyat kita mempertanyakan kinerja Pemerintah," ujarnya.
Santri Menolak Vaksin Booster
Anggota Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Vaksin Komisi IX DPR RI Yahya Zaini mengatakan pemerintah berkewajiban menyediakan vaksin lanjutan (booster) dengan status halal.
Berita Terkait
-
Kritik Mendag Lutfi Soal Minyak Goreng, Legislator Anggia Ermarini: Jika Menteri Aja Bingung, Apalagi Rakyat
-
Jokowi Minta Aturan Mudik Jangan Dibandingkan dengan MotoGP, Warganet: Bukannya Sama-Sama Mengundang Massa, Pak?
-
Dukung Jokowi 3 Periode, Kades Se-Indonesia Bikin Publik Ngamuk sampai Curiga Hal ini: Semua Pasti Demi Kepentingan
Terpopuler
- Mbah Arifin Setia Tunggu Kekasih di Pinggir Jalan Sejak 70an Hingga Meninggal, Kini Dijadikan Mural
- Di Luar Prediksi, Gelandang Serang Keturunan Pasang Status Timnas Indonesia, Produktif Cetak Gol
- Gibran Ditangkap Bareskrim Polri, Kronologi Jadi Tersangka dan Kasusnya
- Resmi Thailand Bantu Lawan Timnas Indonesia di Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
- Tanggal 18 Agustus 2025 Cuti Bersama atau Libur Nasional? Simak Aturan Resminya
Pilihan
-
Analisis Pengamat: Kepala Daerah Pro-Jokowi Dukung Bendera One Piece, Sinyal Politik?
-
Aib Super League: Empat Klub Kompak Nunggak Gaji Rp 4,3 Miliar!
-
Jadwal Pekan 1 BRI Super League: Duel Panas dan Ambisi Tim Promosi
-
Fakta-fakta Emas Sungai Eufrat, Tanda Hari Kiamat Sudah Dekat?
-
Usul Ditolak, Suara Dibungkam, Kritik Dilarang, Suporter Manchester United: Satu Kata, Lawan!
Terkini
-
Lampung Siapkan 4 Jurus Jitu Kendalikan Harga Pangan, Apa Saja?
-
Satgas Makan Bergizi Gratis di Lampung Segera Dibentuk, Kapan Mulai?
-
Skandal KONI Lampung Tengah: Dana Atlet Rp800 Juta Raib Dikorup Bendahara
-
Sektor Industri Pengolahan Jadi Motor Pertumbuhan Ekonomi Lampung
-
Ekonomi Lampung Solid di Triwulan II 2025, Ini Penopangnya