SuaraLampung.id - Secara epidemiologis, Indonesia belum memenuhi indikator untuk beralih dari pandemi COVID-19 menjadi endemi.
Hal ini diungkapkan Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Prof Dr dr Syamsul Arifin MPd.
Menurutnya, secara epidemiologis belum semua indikator terpenuhi agar Indonesia yang kini terbelenggu pandemi menjadi endemi.
"Diharapkan Pemerintah jangan gegabah dan harus memprioritaskan pendekatan epidemiologis," kata Syamsul, di Banjarmasin, Rabu (9/3/2022).
Dia menjelaskan, penetapan status pandemi menjadi endemi masih diperlukan waktu transisi untuk memonitor perkembangan kasus COVID-19 di Indonesia. Hal ini penting menjadi pertimbangan agar dampaknya nanti tidak merugikan semua rakyat.
Secara epidemiologis, kata Syamsul, COVID-19 akan berubah menjadi endemi tatkala tingkat penularan terkendali dan telah terbentuk kekebalan kelompok (herd immunity) di tengah masyarakat yang bisa terwujud melalui program vaksinasi.
Ia menjelaskan, penularan sudah terkendali dalam suatu wilayah menurut WHO di antaranya penurunan insidensi kasus konfirmasi dan probable yang berkelanjutan minimal 50 persen selama 3 minggu terakhir.
Dia menyebutkan jika pada 8 Maret 2022 ada 30.148 kasus, sementara data kasus COVID pada 3 minggu sebelum (13 Februari 2022) 44.526 kasus menunjukkan bahwa penurunan kasus konfirmasi baru 32,29 persen.
Kemudian positivity rate yaitu perbandingan antara jumlah kasus positif dengan jumlah tes yang dilakukan kurang dari 5 persen minimal selama 2 minggu terakhir.
Menurutnya lagi, jika memperhatikan hari terakhir 8 Maret 2022 sebesar 13,26 persen dan 2 minggu yang lalu (21 Februari 2022) sebesar 14,2 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa dalam 2 minggu terakhir positivity rate belum ada yang berada di bawah 5 persen.
Adapun penurunan jumlah kematian pada kasus terkonfirmasi selama 3 minggu terakhir. Pada 8 Maret 2022 jumlah kematian 401 jiwa, dan pada 13 Februari 2022 jumlah kematian 111 jiwa.
"Data ini menunjukkan bahwa jumlah kematian menurut angka absolut malah meningkat. Meskipun jika kita analisa dari CFR menurun dari 3,02 persen menjadi 2,60 persen," ujar Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran ULM itu.
Sementara penurunan jumlah kasus terkonfirmasi dan probable yang dirawat di rumah sakit dan kasus yang masuk ICU selama minimal 2 minggu terakhir yaitu 8 Maret 2022, jumlahnya 28 persen.
"Angka ini memang telah mengalami penurunan dibandingkan 2 minggu sebelumnya yaitu 31 persen. Kondisi baik yang wajib dipertahankan terus dalam upaya menuju endemi," kata Syamsul.
Adapun untuk vaksinasi lengkap pada 8 Maret 2022 tercatat 148.587.718 orang dengan sasaran nasional 208.265.720 jiwa, sehingga cakupan telah mencapai 71,34 persen.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
BGN Siapkan Sanksi Finansial bagi SPPG yang Abaikan Standar Dapur MBG
-
BGN Ingatkan Mitra dan Yayasan Tingkatkan Kepedulian terhadap Sekolah Penerima MBG
-
Pasokan Pangan MBG Diperkuat dari Desa, BGN Gandeng Masyarakat dan UMKM
-
Dapur MBG Wajib Penuhi SOP, BGN Siap Evaluasi dan Sesuaikan Insentif Fasilitas
-
BGN Tegaskan Kewajiban Kepemilikan SLHS sebagai Syarat Operasional SPPG