SuaraLampung.id - Paguyuban Keluarga Korban Talangsari Lampung (PK2TL) menolak upaya pemulihan korban pelangaran HAM Berat Talangsari yang dilakukan pemerintah.
Diketahui Pemerintah Kabupaten Lampung Timur mengadakan Rapat Evaluasi Penanganan Pelanggaran HAM yang Berat Peristiwa Talangsari (7 Februari 1989) secara non Yudisial pada Selasa (23/11/2021).
Kegiatan tersebut melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), dan Kantor Staf Presiden (KSP).
Sayangnya dalam forum tersebut tidak mengundang korban Talangsari maupun pendamping korban. Pada rapat itu diambil keputusan untuk memberi bantuan sebagai bentuk pemulihan bagi korban Talangsari.
Dikutip dari website kontras.org, Asisten I Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur Syahmin Saleh menyatakan bahwa pemberian pemulihan tersebut bukanlah dalam rangka menyelesaikan pelanggaran HAM Berat Peristiwa Talangsari, melainkan untuk memberikan perhatian pada warga tanpa mengabaikan proses penyelesaian lewat jalur yudisial.
Adapun pemberian “pemulihan” yang ia maksud adalah dalam bentuk pemberian uang pensiun untuk korban, pembangunan jalan, pembangunan listrik, dan rencana pemberangkatan umrah untuk tiga korban pelanggaran HAM berat Peristiwa Talangsari setelah masa pandemi berakhir.
Ketua PK2TL, Edi Arsadad menyatakan bahwa keluarga korban menolak pemberangkatan umrah yang dimaksud.
“Umrah adalah ibadah yang dilakukan oleh orang Islam yang mampu, bukan hadiah pemberian dari negara,” kata Ujang dikutip dari kontras.org.
“Mestinya pemulihan untuk korban Talangsari dilakukan secara menyeluruh karena korbannya ada ratusan keluarga tanpa mengabaikan pengungkapan kebenaran dan proses yudisial, jika hanya diberikan pada segelintir orang, maka hanya akan menciptakan perpecahan di antara korban,” jelasnya.
Baca Juga: Kegiatan Perusahaan Kupas Singkong di Hutan Lindung Gunung Balak Harus Dihentikan
Sekalipun Syahmin Saleh sudah menegaskan soal tujuan “pemulihan” pada korban Talangsari bukan merupakan penyelesaian, hal ini bertentangan dengan yang selama ini sering dikatakan oleh pemerintah pusat.
Dalam berbagai forum, pemerintah pusat menyatakan bahwa penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang dilakukan oleh Kemenkopolhukam, Kejaksaan, Kemenkumham, dan KSP akan dilakukan lewat jalur non yudisial.
Upaya-upaya non yudisial ini semakin jelas ketika pemerintah melempar wacana membentuk Rancangan Peraturan Presiden Unit Kerja Presiden untuk Penanganan Peristiwa Pelanggaran HAM Berat (R-Perpres UKP-PPHB).
Di dalam rapat evaluasi tersebut juga sempat disebut bahwa program “pemulihan” yang terjadi di Talangsari adalah proyek tahun 2021 yang nantinya akan dilanjutkan pada tahun 2022 di kasus pelanggaran HAM berat Aceh.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
Subsidi Rp300 Juta, Pemkot Bandar Lampung Gelar Pasar Murah
-
Demi Judi Slot, Pria di Pringsewu Gelapkan Motor Teman Sendiri
-
Gebrakan Itera! BRT Canggih Rute Kampus-MBK Diluncurkan dengan WiFi Gratis dan AI
-
Pencuri Belasan Juta Rupiah di Way Urang Diringkus Polisi Kurang dari 2 Hari
-
Info Loker: Program Magang Bakti BCA Memanggil Generasi Muda di Bandar Lampung