Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Minggu, 24 Oktober 2021 | 11:44 WIB
Tugu Pos Komando Tentara Revolusi di Desa Rejoagung, Lampung Timur. Sejarah pembentukan pemerintahan darurat di Desa Rejoagung. [ISTIMEWA]

SuaraLampung.id - Keberhasilan Pasukan Belanda memasuki wilayah Metro pada awal tahun 1949 berdampak pada ketidakstabilitas pemerintahan di Metro, Lampung.

Pemerintahan di Metro saat itu baik dari unsur militer maupun sipil serta beberapa organisasi melakukan konsolidasi guna menyusun rencana guna menghadapi Belanda.

Melalui sebuah rapat diputuskan bahwa jika pemerintahan tidak dapat lagi dipertahankan maka akan diambil langkah cepat membentuk pemerintahan darurat di luar Metro.

Apa yang dihasilkan dalam rapat tanggal 1 Januari 1949 itu ternyata menjadi kenyataan. Metro tidak bisa dipertahankan.

Baca Juga: Tragis, PMI asal Lampung Timur Tewas di Hotel saat Jalani Karantina COVID-19 di Taiwan

Pimpinan sipil maupun militer memutuskan keluar dari Metro mencari tempat persembunyian sekaligus tempat menyusun rencana menghadapi Belanda.

Pemerintahan darurat diputuskan berada di Desa Rejoagung yang jaraknya kurang lebih 3 km di sebelah timur Metro agar para pejuang masih bisa memantau perkembangan keadaan di Metro.

Selain Desa Rejoagung, pada masa pemerintahan darurat terdapat desa-desa lain di sekitarnya yang digunakan untuk markas tentara. Seperti Bedeng 44, yang memang letaknya tidak jauh dari Rejoagung Bedeng 49.

Pada masa itu penduduk merasakan bahwa perjuangan TNI begitu berat, maka warga desa berusaha memberikan bantuan kepada TNI dan pemerintah agar dapat terus berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Wujud dari partisipasi masyarakat tersebut diantaranya adalah memberikan bantuan makanan baik dalam bentuk bahan makanan maupun makanan siap santap.

Baca Juga: Detik-detik Petir Menyambar 9 Orang di Way Jepara Lampung Timur, Dua Tewas

Penduduk desa juga ikut mendirikan dapur umum bagi TNI. Adapula yang meminjamkan rumahnya sebagai tempat tinggal untuk markas pasukan TNI sementara para pemuda membantu pasukan TNI dengan berperan sebagai laskar rakyat.

Susunan pemerintahan darurat di Rejoagung sebagaimana dalam hasil rapat di tanggal 7 Januari 1949 sendiri adalah sebagai berikut:
1. Bupati perang: Idris Reksoatmodjo
2. Penghubung dengan Pemerintahan Darurat Lampung di Sukoharjo, Pringsewu : Arifin Samil
3. Penghubung dengan seluruh camat di kawedanan Metro: Suroto
4. Kepala Penerangan dan Agitasi Propaganda: R. Soekarso
5. Persediaan makanan dan perlengkapan: Surowinoto
6. Ketua pertahanan daerah dan pemimpin laskar: R. Soedarsono
7. Seluruh camat dalam kawedanaan Metro menjadi camat perang.

Pemerintahan darurat di Rejoagung tidak bertahan lama akibat adanya serangan pasukan Belanda. Guna mempertahankan pemerintahan diputuskan untuk memindahkan pemerintahan ke daerah lain.

Di awal bulan Mei 1949 TNI dan pemerintah memutuskan untuk mundur ke kawedanaan Gunung Sugih dan kawedanaan Sukadana.

Apa yang telah terjadi di Rejoagung telah menunjukan semangat nasionalisme bangsa Indonesia dalam mempertahankan proklamasi kemerdekaan. Nilai kebangsaan dengan saling bergotong- royong dilakukan oleh pemerintah, TNI, laskar dan masyarakat.

Semangat inilah yang layak diteladani rakyat Indonesia saat ini. guna membangun negara. Saat kondisi memprihatinkan kita dapat bersatu mempertahankan kemerdekaan maka hari ini disaat kondisi negara tidak lagi perang semangat persatuan seharusnya juga lebih kuat.

Dua hal yang dilakukan oleh pemerintah Desa Rejoagung guna mengingat perjuangan sekaligus menjadi wahana pembelajaran bagi masyarakat adalah membangun sebuah monumen atau tugu yang disebut Tugu Pos Komando Tentara Revolusi Tahun 1948-1949 serta merintis pembangunan Museum Desa Rejoagung.

Lewat museum ini diharapkan dapat memberikan ketertarikan masyarakat untuk mempelajari sejarah desa.

Penulis: Setio Widodo ( Guru Sejarah di Lampung Timur)

NB:

Artikel ini terbit atas kerja sama Suaralampung.id dengan Sahabat Dokterswoning

Load More