Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Selasa, 24 Agustus 2021 | 11:32 WIB
Sejarah Bendung Argoguruh di Pesawaran. [ISTIMEWA]

Pada masa kolonisasi pengelolaan bidang irigasi dikelolah oleh Department Van Verkeer en Waterstaat dalam proses pembangunannya didatangkan tenaga ahli dari Jawa Barat dan Jawa tegah, serta melibatkan kolonis setempat.

Dalam waktu satu minggu (7 hari), dua hari digunakan sebagai waktu kerja wajib para kolonis untuk membangun irigasi.

Konversi lahan kering menjadi konstruksi sawah tidaklah mudah. Para kolonis sendiri harus mengurus pembangunan sawah, dengan parit dan tanggul.

Untuk tujuan ini, ladang harus dibersihkan lebih lanjut dan sisa-sisa batang dan akar pohon dibuang, setidaknya sejauh mungkin. Hal ini tentunya bukan pekerjaan mudah dan memakan waktu yang cukup lama.

Baca Juga: Kadin Buka Tambak Garam Industri di Pulau Legundi Pesawaran

Pembangunan irigasi perlahan mempengaruhi kondisi sosial masyarakat kolonisi Sukadana. Lewat saluran irigasi kualitas hidup para kolonis semakin membaik.

Sebelumnya para kolonis menanam padi gogo (padi ladang) kemudian setelah saluran irigasi telah dibuka, lahan pertanian berupa ladang segera diubah menjadi lahan pertanian berupa sawah yang menjadikan padi.

Selain dapat memenuhi kebutuhan air untuk lahan pertanian, irigasi juga dapat dimanfatkan para kolonis yang tinggal di dekat saluran irigasi untuk menunjang aktifitas kehidupan sehari-hari seperti mencuci dan mandi.

Jejak bangunan irigasi di wilayah eks-kolonisasi Sukadana masih bisa dijumpai hingga saat ini serta memiliki nilai sejarah yang sangat penting.

Penulis: Febri Angga Saputra (Mahasiswa Pendidikan Sejarah, UM Metro, Pegiat Trimurjo Heritage)

Baca Juga: Tertangkap Nyabu, Oknum Jaksa di Lampung Cuma Divonis 7 Bulan Penjara

NB

Artikel ini terbit atas kerjasama SuaraLampung dan Sahabat Dokterswoning

Load More