Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Sabtu, 21 Agustus 2021 | 13:04 WIB
Talang Air Pajaresuk Pringsewu. [ISTIMEWA]

SuaraLampung.id - Kabupaten Pringsewu merupakan suatu daerah yang pernah menjadi pusat kolonisasi masyarakat Jawa di Lampung di era penjajahan Belanda.

Ada beberapa peninggalan di Pringsewu yang menjadi jejak program kolonisasi di era kolonial. 

Program kolonisasi oleh pemerintah Hindia Belanda adalah turunan dari kebijakan politik etis yang dikembangkan Belanda.

Kuswono, dkk, dalam buku Metro Tempo Dulu: Sejarah Metro Era Kolonisasi 1935-1942, menerangkan perpindahan penduduk dari Jawa terutama Jawa Tengah ke daerah Lampung dimulai dari tahun 1905.

Baca Juga: Bendungan Way Sekampung Resmi Beroperasi, Bupati Pringsewu Lakukan Pengisian Awal

Sejumlah petani dari Bagelen, Jawa Tengah dipindahkan ke daerah kolonisasi Gedong Tataan, berjarak 27 kilometer sebelah barat Teluk Betung. Desa pertama yang didirikan diberi nama desa asal yakni Bagelen.

Dua puluh tahun kemudian giliran Pringsewu yang menjadi wilayah kolonisasi baru.

Pringsewu merupakan daerah di Karesidenan Lampung yang terletak di sebelah barat kolonisasi Gedong Tataan dan merupakan daerah perluasan dari kolonisasi ini.

Daerah ini mulai didiami pada tahun 1925 akibat dari semakin besar dan padatnya penduduk di desa Bagelen, sehingga generasi ke dua bahkan ke tiga harus mencari lokasi pemukiman baru.

Program kolonisasi pemerintah Hindia Belanda di beberapa daerah di Lampung menyisakan berbagai bangunan.

Baca Juga: ASN di Banten Meninggal Tertimpa Talang Air Saat Naik Motor

Satu dari beberapa bangunan peninggalan program kolonisasi Belanda yang ada di Pringsewu adalah Talang Air di Desa Pajaresuk.

Talang Ari itu pertama kali dibangun pada tahun 1928 ketika masa program kolonisasi pemerintah Hindia Belanda. Fungsi dari Talang Air ini adalah menghubungkan aliran air dari irigasi Way Tebu ke lokasi lahan pertanian yang ada di wilayah Pringsewu.

Disamping sebagai aliran air, pada perkembangannya saat ini, Talang Air tersebut dimanfaatkan sebagai jembatan dan objek wisata sejarah oleh Kelompok Sadar Wisata Desa Pajaresuk.

Bangunan Talang Air peninggalan masa kolonialisme Hindia Belanda yang masih dapat kita jumpai saat ini bukan hanya terdapat di Desa Fajaresuk.

Talang Air juga tersebar di beberapa desa, sambung menyambung menembus lokasi perbukitan hingga terhubung ke sumber air dari sistem irigasi Way Tebu yakni Way Tebu III di desa Gumuk Mas, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pringsewu.

Terdapat lima buah Talang, Talang Pertama di Desa Ganjaran, Talang Dua di Desa Bumi Ayu, Talang Tiga di Desa Pajaresok, Talang Empat dan lima di Desa Bumi Arum.

Menurut Rudi Rianto, juru kunci Bendungan Gubuk Mas Way Tebu III, bendungan Way Tebu III memasok air ke saluran irigasi teknis yang mengairi ribuan hektar sawah di Kecamatan Pagelaran dan Pringsewu, termasuk di dalamnya ke wilayah Desa Podorejo, Bumiarum, Bumi Ayu, Pajaresuk dan Sidoarjo.

Guna menghubungkan saluran irigasi yang melintasi perbukitan, dibangunlah talang yang menyerupai jembatan (talang air) oleh pemerintah kolonial Belanda yang berjumlah lima buah talang dan tersebar di beberapa lokasi.

Talang air itu diberi nama sesuai dengan dengan tempat talang air berada seperti talang Ganjaran di Kecamatan Ganjaran, Talang Pajaresuk di daerah Pajaresuk, Talang Bumiarum di Desa Bumiarum dan juga Talang Bumi Ayu di Desa Bumi Ayu.

Talang Air yang dibangun era kolonisasi Belanda ini posisinya membentang dari bukit satu ke bukit lainnya, melintasi lembah atau rawa dengan ketinggian sekitar 25 meter dengan panjang bervariasi mulai dari 50 hingga 200 meter.

Talang Air yang diperkirakan usianya sudah mencapai 93 tahun itu terbuat dari besi (pelat baja) dan berbentuk silinder dengan ditopang oleh tiang-tiang pancang yang menempel ke pondasi cor batu belah sepanjang bentangannya.

Keberadaan Talang Air yang tersebar di kolonisasi Pringsewu sangat berpengaruh terhadap produktivitas lahan persawahan yang menjadi garapan utama para kolonis.

Terutama bila dilihat secara geografis, wilayah kolonisasi Pringsewu kondisinya banyak terdapat perbukitan sehingga menimbulkan lokasi-lokasi cekungan, lembah atau rawa.

Bila tidak dibangun Talang Air maka lokasi persawahan yang berada sisi lain perbukitan sulit mendapat suplai air yang mencukupi.

Berkat adanya rangkaian Talang Air ini maka ribuan lahan persawahan yang menjadi garapan para kolonis Jawa mendapat suplai air yang mencukupi dan tentunya berdampak kepada meningkatnya hasil panen padi.

Pembangunan irigasi Way Tebu berdampak pada produksi padi di Lampung tahun 1936. Tahun 1936 untuk pertama kalinya beras dari kolonisasi Lampung dikirimkan ke pasar-pasar di Jakarta melalui Pelabuhan Panjang dengan jumlah pengiriman mencapai 2,5 ton beras.

Bahkan hingga saat ini jaringan irigasi Way Tebu tetap mampu menjadi penopang utama pertanian di daerah Pringsewu sebagai salah satu daerah penghasil beras di Lampung. (Karsiwan:2013).

Penulis: Barnas Rasmana (Alumni Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Muhammadiyah Metro dan aktif bersama komunitas Penggiat Sejarah di Kota Metro)

NB:

Artikel ini terbit atas kerjasama suaralampung.id dan Sahabat Dokterswoning

Load More