Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Selasa, 09 Maret 2021 | 15:42 WIB
Ilustrasi kebun singkong. Anggota DPRD Lampung mengancam memanggil paksa perusahaan tapioka untuk hadir dalam dialog mengenai harga singkong. (Foto: shutterstock)

SuaraLampung.id - Menyikapi anjloknya harga singkong, Komisi I DPRD Provinsi Lampung menggelar dialog interaktif bertema 'Singkong, Menagih Janji Keberpihakan Rezim', Senin (8/3/2021).

Pada dialog itu Komisi I DPRD Provinsi Lampung mengundang semua pihak yang terkait dengan masalah harga singkong. Sayangnya pihak perusahaan tapioka tidak hadir tanpa alasan dalam dialog tersebut.

Ini membuat anggota DPRD kecewa. Bagi mereka, kehadiran pelaku industri tapioka sangat penting untuk mengurai sengkarut bisnis singkong di Lampung.   

"Banyak masalah yang harus diselesaikan bersama dengan industri tepung tapioka ini. Misalnya penentuan refaksi, kalibrasi timbangan, dan penentuan harga," kata Yozi Rizal dilansir dari Lampungpro.co---jaringan Suara.com. 

Baca Juga: Atasi Masalah Sampah, Pemprov Lampung akan Bangun TPA Regional

Dia mengatakan hampir sebagian besar anggota Dewan berasal dari sentra produksi ubikayu. Menurut Yozi yang berasal dari Daerah Pemilihan Lampung 5 (Lampung Utara dan Way Kanan) itu, setiap hari anggota Dewan berhadapan dengan masalah anjloknya dan menjadi tempat pengaduan.  

"Kami ingin berdialog dan menyampaikan aspirasi petani. Namun kalau beberapa kali diundang, akan kami lakukan pemanggilan paksa bersama aparat keamanan. Ini sesuai tugas dan fungsi Dewan di bidang pengawasan," kata Yozi Rizal yang berasal dari Partai Demokrat itu. 

Senada dengan itu, Ketua DPRD Provinsi Lampung, Mingrum Gumay, juga meminta agar pelaku industri tepung tapioka mau duduk bersama mencari solusi. "Sejak dulu masalah ini tak pernah selesai. Tapi industri tapioka terus berkembang, sedangkan petani selalu mengeluh. Ini ada yang tidak singkron dan harus dicarikan solusinya," kata Mingrum. 

Sulitnya menemui pelaku industri juga dialami Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Meskipun demikian, menurut Kepala KPPU Kanwil II Wilayah Sumatera, Wahyu Bekti Anggoro, pihaknya tetap melakukan kajian atas anjloknya harga singkon.  

Menurut Wahyu Bekti, tutupnya industri tepung tapioka rakyat (ittara) dan ethanol berbahan singkong, bisa dijadikan kajian adanya praktek oligopoli dalam industri tepung tapioka di Lampung. KPPU mengundang pelaku usaha pengolahan tapioka, dari enam pelaku usaha yang diundang untuk dimintai keterangannya hanya dua pelaku usaha yang memenuhi undangan.  

Baca Juga: Tolak KLB, Puluhan Kader Demokrat Lampung Datangi Kanwil Kemenkumham

"Kami juga mengirimkan surat permintaan data kepada pelaku usaha tapioka. Dari 54 pelaku usaha hanya tiga pelaku usaha tapioka yang memenuhi permintaan data yang dibutuhkan," kata Wahyu Bekti. 

Selain sulit ditemui, data industri tepung tapioka di Lampung juga simpang siur. Berdasarkan data Dinas Perindustrian hanya enam yang aktif, selebihnya tak lagi berproduksi. Namun KPPU mendapat data 71 industri yang aktif 54 pelaku. "Simpang siur data ini memalukan dan tak seharusnya terjadi. Saya minta dinas terkait serius mendata industri tepung tapioka agar pemda tak salah membuat kebijakan," kata Yozi Rizal. 

Load More