Lulusan Mekkah, Mengapa KH Said Aqil Siradj Tidak Jadi Pengikut Wahabi?

Mantan Ketua Umum PBNU yang merupakan lulusan Universitas Umm Al-Qura Mekkah

Wakos Reza Gautama
Kamis, 25 September 2025 | 11:33 WIB
Lulusan Mekkah, Mengapa KH Said Aqil Siradj Tidak Jadi Pengikut Wahabi?
Ilustrasi Mantan Ketum PBNU Said Aqil Siradj di Nasdem Tower, Selasa (9/1/2024). Kiai Said Aqil merupakan lulusan Arab Saudi yang tidak terkontaminasi ajaran Wahabi. [Suara.com/Rakha]
Baca 10 detik
  • KH Said Aqil Siradj merupakan lulusan S2 dan S3 niversitas Umm Al-Qura Mekkah
  • Sebagai lulusan Arab Saudi, Kiai Said Aqil tidak mengikuti paham Wahabi
  • Menurut dia, ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab, pendiri Wahabi, tidak dipakai di tempatnya menimba ilmu

SuaraLampung.id - Fenomena alumni Timur Tengah, khususnya dari Arab Saudi, seringkali diasosiasikan dengan pandangan keagamaan yang kaku atau Wahabisme. Namun, stereotip ini runtuh di hadapan sosok karismatik seperti Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj.

Mantan Ketua Umum PBNU yang merupakan lulusan Universitas Umm Al-Qura Mekkah ini, secara blak-blakan mengungkapkan mengapa dirinya, meski jebolan kiblat Islam, tak pernah ‘terkontaminasi’ paham Wahabi.

Dalam wawancara yang dikutip dari dari Youtube Total Politik, Kiai Said Aqil dengan tegas menepis anggapan tersebut.

"Ya karena saya tidak bangga dengan Wahabi," ujarnya santai namun penuh makna. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa materi perkuliahan di level S2 dan S3 di universitasnya sama sekali tidak mengacu pada ajaran Wahabi.

Baca Juga:Sebut PKS Wahabi, Gus Miftah Ditantang Ketua PKS Lampung Uji Tafsir Alquran di Depan Ulama

Mengapa? Karena tulisan-tulisan Muhammad bin Abdul Wahab, pendiri paham Wahabisme, dinilainya tidak relevan untuk kajian ilmiah mendalam.

Seperti diketahui Kiai Said Aqil merupakan lulusan S2 Universitas Umm al-Qura, jurusan Perbandingan Agama
S3 University of Umm al-Qura, jurusan Aqidah.

"Tulisan Muhammad bin Abdul Wahab itu kecil-kecil, seperti apalah, seperti surat-surat kiriman gitu," sindir Kiai Said Aqil.

Ia menjelaskan bahwa di jenjang pascasarjana, yang menjadi rujukan adalah "kitab-kitab induk" atau literatur primer yang komprehensif.

Pembahasan di level ini sudah masuk pada kajian ilmiah, perbandingan antar mazhab, hingga perbandingan antar agama. Dalam konteks ini, tulisan Muhammad bin Abdul Wahab, kata Kiai Said, "enggak kepakai."

Baca Juga:Karomani Bantah Uang Amplop untuk Said Aqil Siradj dari Dana Suap

Ia kemudian melontarkan analisis yang lebih dalam mengenai mengapa sebagian alumni, terutama di jenjang tertentu, rentan 'terkontaminasi' Wahabi.

"Kebanyakan yang terkontaminasi Wahabi itu S1. (baru) S1 pulang. Belum lengkap (ilmunya)," ungkap pria yang menjabat sebagai Komisaris Utama PT KAI.

Menurut Kiai Said, ada pola psikologis yang menyertai jenjang pendidikan. "Orang kalau S1 sombong-sombongnya kan. Saya paling pintar," tuturnya dengan senyum.

Namun, kesombongan itu mulai luntur di jenjang yang lebih tinggi. "Kalau S2, yang lain juga ada yang pintar. S3, saya yang paling banyak tidak tahu."

"Memang ternyata saya banyak yang enggak tahu kok. Yang saya tahu cuma bidang saya tok," ucapnya. Kiai Said Aqil kemudian merinci bidang keilmuan yang ia kuasai mulai dari filsafat Islam, perbandingan agama, perbandingan mazhab, dan logika. Di luar itu, ia mengaku jujur tidak tahu.

"Komputer, ekonomi enggak tahu saya. Politik enggak ngerti saya," ujarnya. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak